Yakin Percaya Tuhan?
Ketika kita jadi orang Kristen kita beranggapan otomatis kita percaya Tuhan Yesus—dengan alasan kita percaya akan apa yang dinubuatkan tentang Dia di Perjanjian Lama dan apa yang ditulis di Perjanjian Baru, digenapi lewat kedatangan pertama, pelayanan, kematian dan kebangkitanNya serta nubuat tentang kedatanganNya yang kedua kali. Kita kemudian merasa sudah sebagai orang percaya.
Tetapi iman percaya kita sering kali terbatas hanya percaya Ia akan berikan kehidupan yang berlimpah, Dia akan luputkan dari mara bahaya, penyakit, kemiskinan, kebangkrutan. Percaya Dia akan tolong tepat waktu setiap saat dari segala pergumulan, kesulitan, kesesakan. Percaya hidup ini akan jadi menyenangkan, berlimpah materi dan penuh mujizat setiap saat. Apa yang kita percaya sangat menitik-beratkan hanya pada hak-hak kita sebagai umat Tuhan, tuntutan, klaim kita kepadaNya sebagai Tuhan kita yang harus menggenapi segala perjanjianNya kepada kita. Dan hak-hak Tuhan yang paling sering diajarkan ke kita paling hanya pergi ibadah ke gereja, seputar aneka persembahan: pergi ibadah, perpuluhan, buah sulung, ucapan syukur,dan aneka macam persembahan yang kalau kita teliti banyak yang tidak dipraktekkan dalam sejarah gereja Perjanjian Baru tetapi diajarkan kembali—bahkan menjadi ajaran paling utama dalam banyak kotbah dan renungan. Ingat waktu awal belajar komputer dan data processing: rubbish in, rubbish out.
Perjanjian mengikat para pihak yang membuat perjanjian dengan hak dan kewajiban yang sudah disepakati bersama. Para pihak memiliki hak dan kewajiban kepada pihak lain. Dan bila terjadi wanprestasi (salah satu pihak tidak melakukan kewajibannya yang tertulis di perjanjian) maka pihak lain berhak membatalkan perjanjian yang sudah disepakati. Sifat perjanjian tidak bisa diubah/ditambah dan atau dikurangi tanpa adanya kesepakatan para pihak yang mengikatkan diri. Dalam arti tidak ada salah satu pihak yang berhak merubah satu katapun dari isi/bunyi perjanjian yang sudah disepakati. Makanya kalau kita melihat akte notaris di kedua sisi sering di beri garis supaya tidak bisa ada penambahan kata, dan bisa ada perubahan sekecil apapun harus diparaf di sisi perubahan itu oleh para pihak agar syah.
Kita melihat ada beberapa contoh perjanjian di Alkitab antara umat dengan Tuhan, seperti perjanjian garam, perjanjian darah dll. Kali ini kita khusus membahas tentang Perjanjian Tuhan dengan Abraham
Kalau dilihat secara sepintas, seringkali yang kita ingat adalah perjanjian Allah untuk memberikan keturunan kepada Abraham yang tertulis di Kejadian 15:5. Sepertinya perjanjian ini hanya perjanjian sepihak, di mana Tuhan menjanjikan negeri yang baru dan keturunan kepada Abraham dan tidak ada kewajiban Abraham untuk melakukan sesuai kemauan Tuhan. Tetapi mari kita dalami apa yang tertulis di Kejadian 12:1-4 saat pertama kali dicatat Alkitab tentang hubungan Allah dengan Abraham.
Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.” Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lotpun ikut bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat dari Haran. (Kejadian 12:1–4)
Perhatikan ayat 4 dengan tegas mengatakan Abraham berangkat dari Haran, bukan dari Ur Kasdim. Untuk lebih mengerti kronologinya kita bisa lihat beberapa ayat di bawah ini.
Lalu Terah membawa Abram, anaknya, serta cucunya, Lot, yaitu anak Haran, dan Sarai, menantunya, isteri Abram, anaknya; ia berangkat bersama-sama dengan mereka dari Ur-Kasdim untuk pergi ke tanah Kanaan, lalu sampailah mereka ke Haran, dan menetap di sana. (Kejadian 11:31)
Jawab Stefanus: “Hai saudara-saudara dan bapa-bapa, dengarkanlah! Allah yang Mahamulia telah menampakkan diri-Nya kepada bapa leluhur kita Abraham, ketika ia masih di Mesopotamia, sebelum ia menetap di Haran, dan berfirman kepadanya: Keluarlah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan pergilah ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu.
Maka keluarlah ia dari negeri orang Kasdim, lalu menetap di Haran. Dan setelah ayahnya meninggal, Allah menyuruh dia pindah dari situ ke tanah ini, tempat kamu diam sekarang (Kisah Rasul 7:2–4)
Dari ayat-ayat di atas kita mendapatkan informasi bahwa Abraham mendapat perintah untuk keluar dari Ur Kasdim menuju Kanaan. Tetapi pemimpin perjalanan adalah Terah, ayahnya, bukan Tuhan sendiri. Sehingga perjalanan mereka hanya sampai di Haran dan lama menetap di sana. Ada yang memberikan alasan karena menurut Mitzvah Yahudi, Abraham menghormati ayahnya dan tidak ingin meninggalkan dia sendiri di Ur Kasdim. Setelah kematian Terah, Abraham kembali melanjutkan perjalanan sampai ia masuk Kanaan. Akan ada banyak penafsiran dan kesimpulan mengapa mereka tidak berjalan lurus terus menuju Kanaan tetapi malah menuju Haran yang jauh dari Kanaan. Dan polemik perbedaan penafsiran bisa makin seru bila kita memasukan polemik para ahli arkeologi yang sampai sekarang masih memperdebatkan letak akurat dari Ur Kasdim. Biarlah mereka yang merasa hebat sehingga suka berdebat. Paulus mengatakan pengetahuan membuat orang menjadi sombong.
Untuk itu kita hanya membatasi diri pada apa yang ditulis di Alkitab saja. Bahwa Tuhan menampakan diri kepada Abraham di Mesopotamia dan menyuruhnya meninggalkan negerinya, sanak saudaranya untuk menuju Kanaan dan Tuhan menjanjikan keturunan kepadaNya. Alasan mengapa mereka menetap di Haran tidak ditulis dengan jelas. Stefanus memakai kata Mesopotamia, bukan Ur Kasdim, sehingga perdebatan letak akurat kota Ur Kasdim bisa dihindari.
Ada sedikit perbedaan antara perjanjian Tuhan dan Abraham dan perjanjian antara umat Tuhan dengan Tuhan di Perjanjian Baru. Puncak perjanjian Tuhan dengan Abraham adalah di gunung Moria, sedang perjanjian Tuhan dengan umatnya di Golgota. Tetapi inti dan hakikat perjanjiannya sama.
- Perjanjian berisi perintah: Abraham diperintahkan berjalan menuju negeri yang Ia kehendaki Abraham sampai dan tinggal di sana.
- Perjanjian berisi kerinduan Tuhan akan suatu tingkat rohani :pergi dari sanak saudara dan rumah bapanya, lepas dari pengaruh penyembahan berhala dan adat-istiadat bangsa di Ur Kasdim (Terah adalah penyembah berhala), dan hidup dipimpin/bergantung sepenuhnya dan dekat pada Tuhan
- Perjanjian menunjukkan cara kerja Tuhan: negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu: dengar, taati/jalani/lakukan, capai level yang Tuhan kehendaki barulah jawaban mulai terjadi.
- Jawaban Tuhan melebihi keinginan Abraham: Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar dan memberkati engkau dan membuat namamu masyhur, dan engkau akan menjadi berkat. Abraham rindu memiliki anak (Kejadian 15:2).
- Tuhan memakai Abraham untuk memberkati orang lain: dan engkau akan menjadi berkat.
Kalau kita mendengar kotbah bahwa Tuhan akan menjawab kita melebihi apa yang kita minta, melebihi semua yang kita butuhkan, maka kata “haleluya, glory puji Tuhan” langsung jadi koor panjang yang gegap gempita. Perhatikan baik-baik dan baca berulang apa yang Tuhan katakan di sini. Jangan hanya mengambil sepotong pengertiannya tanpa melihat keseluruhannya. Tuhan menjawab Abraham bukan semata-mata untuk mengabulkan permintaan Abraham, tetapi dalam jawaban Tuhan ada rencana lebih besar Tuhan yang dikerjakannya sekaligus ketika menjawab doa kita. Rencananya bukan sekedar memberi anak, tetapi membangun suatu bangsa dari keluarga Abraham. Suatu bangsa yang berasal dari keturunan/darah yang sama.
Di Fakultas Hukum di pengantar hukum Tata Negara kami belajar tentang banyak definisi bangsa dan negara. Yang intinya tidak menekankan harus berasal dari satu garis keturunan darah yang sama. Tetapi dari bermacam klan, suku,agama yang sepakat mengikatkan diri menjadi satu bangsa dan membentuk suatu negara.
Tetapi di Firman Tuhan, tertulis rencana Tuhan akan bangsa yang akan dibangun lewat keturunan Abraham adalah bangsa yang segaris keturunan darah. Bayangan dari bangsa yang Kristus akan bangun lewat korban darahNya, untuk menjadi bangsa imam dan raja (I Petrus 2:9) yang membuat mereka mewarisi janji dan berkat Abraham (Galatia 3:14).
Dari sini kita belajar bahwa berpikiran egosentris hanya minta Tuhan berkati diri kita agar hidup nyaman, gemah ripah loh jinawi, semua berjalan mulus dan turun menanjak naik adalah sama sekali tidak Alkitabiah.
Tuhan memberkati kita untuk jadi berkat. Pasti ada yang langsung bilang amin, haleluya. Karena pikiran manusia lamanya langsung membayangkan berkat materi, kekayaan, hidup nikmat. Dari saya dipanggil sampai saya mulai melayani sepenuh waktu ada kurun masa 8 tahun, dari saya mulai pelayanan sepenuh waktu sampai ada perbaikan dan pemulihan di bidang ekonomi membutuhkan masa 8 tahun lebih juga. Jadi dari meninggalkan karier, penghasilan, melepaskan banyak asset untuk sekedar menyambung hidup sampai Tuhan pulihkan ada masa 16 tahun. Dan itu perjalanan berdarah-darah penuh penderitaan, dipermalukan, ditipu, dimanfaatkan orang, difitnah, nama baik dihancurkan dan segala di … yang semuanya sangat menyakitkan.
Pernah saya ketemu hamba Tuhan yang melayani dan pelayanannya tidak ada perkembangan. Waktu dia cerita pada saya, saya share saya menghabiskan 8 tahun sejak meninggalkan semua hanya untuk mulai mendapat kejelasan untuk menjadi fulltimer. Dan ekonomi dipulihkan setelah 16 tahun. Dia katakan dia baru pelayanan 6 tahun, dan dia katakan ternyata ujian saya lebih berat dari dia. Dia dikuatkan dan terhibur. Ini juga kita menjadi berkat bagi orang lain.
Ada lagi yang minta didoakan karena usaha hancur, saya cerita waktu saya meninggalkan karier, setahun tidak ada kejelasan panggilan saya, saya mulai usaha menanam rumput laut jenis spinosum. Lokasinya cocok, rumput lautnya tumbuh luar biasa, siap panen setelah 40 an hari. Tetapi di malam sebelum panen ombak besar menghancurkan semua rumput laut, mengirimnya ke dasar laut. Hanya menyisakan batang-batang besar yang terikat di tali rakit. Tidak putus asa—saya coba lagi, tumbuh subur lagi, hampir panen, kena musim ikan, habis dimakan ikan. Tidak ada yang berhasil selama hampir setahun.
Kemudian di tahun ke-2 saya kerja jual beli tanah, bukan jadi makelar tapi beli kemudian jual, kena kebijakan uang ketat (tight money policy) jaman Prof. JB Sumarlin, tanah tidak laku dan akhirnya dijual rugi.
Karena Tuhan mau membentuk saya sesuai rencanaNya, kalau saya berhasil maka akan sulit bagi saya untuk menyerahkan diri ke dalam pelayanan. Paling uang yang akan saya serahkan untuk mendukung pelayanan, sedang Tuhan butuh saya, bukan uang saya. Jadi kadang ada kegagalan yang merupakan langkah awal Tuhan mengerjakan rencanaNya dalam hidup kita. Bersyukur, taat dan percaya saja.
Dalam pelayanan pengalaman, proses, yang saya alami sering menjadi contoh nyata ketika melayani, memberikan konseling, kepada orang lain. Dan mereka dikuatkan karena saya tidak bicara teologis tetapi dari kejadian-kejadian yang saya alami dan lalui.
Jadi tanamkan jawaban Tuhan tidak bisa dipisahkan dari rencana Tuhan. Kita hanya butuh yang kita inginkan dari Tuhan, tetapi Tuhan ingin memberikan lebih dari yang kita butuh. Jawabannya bukan hanya untuk pribadi kita semata, tetapi apa yang Dia kerjakan di dalam kita juga untuk orang lain, yang Dia ingin berkati lewat kita. Jadi kalau ada pertanyaan kenapa jawaban doa koq lama? Minta koq dijawabnya entah kapan. Mengapa banyak penderitaan dan batu-batu tajam dalam perjalanan hidup kita. Itu karena kita disiapkan untuk diberkati dan menjadi berkat. Ingat berkat bukan hanya terbatas materi, tetapi penghiburan, memberi kekuatan, juga adalah tindakan memberkati. Pengalaman hidup kita akan jadi berkat bagi banyak orang ketika kita saksikan.
Diperlukan waktu dan proses yang panjang untuk kita mencapai level sampai layak diberkati, layak diangkat dan siap menjadi berkat. Berkat tidak terpisah dari kerelaan dan kesiapan menjadi berkat.
Ketika Tuhan menyuruhnya mengorbankan Ishak, Abraham taat. Ia mentaati Tuhan lebih daripada kesenangannya sendiri. Walau untuk mendapatkan Ishak ia mengalami banyak pengorbanan dan hal yang menyakitkan, ia memilih tetap taat. Beda dengan banyak orang percaya yang mengaku keturunan Abraham, susah cari Tuhan, setelah diberkati dicari-cari Tuhan karena menghilang. Menderita ingat Tuhan, senang langsung lupa Tuhan .Terjepit rajin doa, diberi kelegaan absen doa. Abraham tidak jadi mengorbankan anaknya di gunung Moria, tetapi Bapa mengorbankan anakNya di bukit Golgota.
Diperlukan waktu dan proses yang panjang untuk kita mencapai level sampai layak diberkati, layak diangkat dan siap menjadi berkat. Walau kita datang ke Sang Pemberi, mata kita tetap fokus pada pemberian yang kita harapkan, dan ketika diberi kita akan fokus pada pemberian itu dan cenderung melupakan Sang Pemberi. Abraham tidak terikat pada pemberian tetapi tetap melekat kepada Sang Pemberi.
Setelah saya mengalami perbaikan ekonomi, Tuhan sampai sekarang menyuruh saya menjadi berkat, juga secara materi bagi orang lain. Padahal saya harus mengalami begitu banyak penderitaan selama masa itu. Dan kami tidak dalam kelimpahan. Kalau mau beralasan dari roh medit, pelit bin kikir: saya dapat dengan susah payah koq mau dibagi, enak aja. Biar mereka alami dulu penderitaan. Tuhan memberikan kepada kita ketika kita dinilai siap oleh Dia untuk menjadi berkat. Walau banyak kemudian menjadi pengkhianat, setelah diberi lupa untuk mejadi berkat bagi orang lain. Yerusalem baru ada ukurannya (Wahyu 21:16) sedang neraka tidak ada ukurannya karena bisa diperluas sesuai kebutuhan.
Percaya Tuhan bukan hanya dari sisi hak kita pada perjanjian, tetapi juga hak Tuhan dalam perjanjian itu. Yakin percaya Tuhan?
Aku akan mengangkat kamu menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allahmu, supaya kamu mengetahui, bahwa Akulah, TUHAN, Allahmu, yang membebaskan kamu dari kerja paksa orang Mesir. (Keluaran 6:7)