Suara di Padang Gurun

Dua minggu lalu ada beberapa teman yang menelpon saya untuk sharing masalah pelayanan dengan program Zoom. Karena pandemi covid19 yang masih merebak sehingga persekutuan doa masih libur panjang. Saya meminta mereka menguji hati dan motivasi dibalik rencana memberikan pelayanan lewat aplikasi Zoom. Apakah memang untuk memelihara iman dan rohani jemaat atau karena kuatir kehilangan “rasa dibutuhkan oleh jemaat”. Atau yang lebih parah takut kehilangan jemaat.

Memang pandemi panjang ini membuat banyak pembicara/worship leader, musisi yang biasa mengisi ibadah-ibadah dan mendapat penghasilan dari pelayanan jadi kehilangan order/job pelayanan — yang berakibat langsung pada kehilangan penghasilan mereka. Tidak sedikit yang banting setir untuk bertahan kemudian mencoba usaha kuliner dengan open p.o.

Pandemi ini bisa menjadi berkat bagi para pemimpin rohani melepaskan tangan mereka memberi kesempatan kepada jemaat, anak-anak rohani untuk bisa belajar melangkah sendiri. Bukan terus dipegang dan dituntun apalagi digendong seperti bayi. Saatnya melepaskan roh megalomania yang merasa sebagai manusia yang paling dibutuhkan oleh jemaat, yang berakibat jemaat tidak pernah mencari Tuhan apalagi mempunyai hubungan pribadi dengan Tuhan. Mereka hanya rajin dalam ritual dan seremonial ibadah yang kita adakan, tanpa ada pengenalan dan hubungan pribadi dengan Tuhan. Kitalah yang sering kali menjadi “tuhan” mereka. Saat inilah waktunya untuk melepaskan cengkeraman kita atas kehidupan mereka. Dan membiarkan mereka berjalan bersama Tuhan.

Orang-orang yang terbiasa di atas mimbar sering hidupnya justru melekat pada mimbar bukan melekat kepada Tuhan — lebih sibuk melayani pekerjaan Tuhan daripada melayani Tuhan. Tanpa disadari pelayanan telah menyimpang, bukan lagi melayani Tuhan tetapi memakai pelayanan bahkan Tuhan untuk mengejar obsesi pribadi yang dianggap sebagai visi dari Tuhan. Dengan berbulan-bulan tidak naik mimbar bisa dipakai sebagai waktu untuk memeriksa kembali hati, motivasi, visi, program yang kita jalankan. Adalah semua dari Tuhan, sehingga sebagai hamba semua yang kita kerjakan adalah perintahNya? Atau sudah terlalu banyak kreativitas pribadi, visi, obsesi dan ambisi pribadi yang kita kejar lewat kegiatan yang kita sebut pelayanan? Siapa yang melayani siapa? Kalau kita hamba maka haruslah semua yang kita kerjakan menurut perintah Tuhan lewat Roh Kudus. Kalau sebagian bahkan semua lahir dari ide pribadi walau dibungkus kata pelayanan, bukankah Yesus yang dijadikan hamba untuk memuluskan semua obsesi pribadi?

Ini adalah pengenapan apa yang tertulis di I Koristus 11:20 dalam terjemahan versi New Living Translation. Terjemahannya monggo minta teman yang ngerti bahasa Inggris. Karena kalau saya terjemahkan nanti dikira ikut akun satire.

You put up with it when someone enslaves you, takes everything you have, takes advantage of you, takes control of everything, and slaps you in the face. (2 Corinthians 11:20 NLT)

Pelayanan yang dimotivasi untuk kepentingan pribadi hanya akan menina-bobokan jemaat, membuat mereka senang dan merasa nyaman. Pengajaran “everything will be all right” sudah waktunya ditinggalkan dan sekaranglah jemaat harus siap menghadapi realita hidup yang keras banyak pergumulan, sehingga mereka harus jadi dewasa. Bukan hidup rohani manja dan dimanjakan terus oleh gembala-gembala palsu, guru-guru palsu, nabi-nabi palsu.

Untuk orang percaya terutama yang melayani Tuhan ada ayat firman Tuhan yang mengatakan

Sesungguhnya dialah yang dimaksudkan nabi Yesaya ketika ia berkata: “Ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.” (Matius 3:3)

Ada beberapa hal yang menarik ketika kita renungkan ayat ini. Benarkah Yohanes Pembaptis berkotbah di padang gurun yang sunyi sepi? Kepada siapa dia berkotbah di padang gurun yang jauh dari khalayak, apakah kepada hewan-hewan liar? Jawabannya tentu saja tidak. Yohanes Pembaptis dibawa ke padang gurun, dipersiapkan di padang gurun, dibentuk di padang gurun sebelum dipakai pelayanan. Jadi singkat kata orang yang akan melayani sesuai kehendak Tuhan agar jemaat membuka diri bagi pekerjaan Tuhan di dalam hati dan kehidupannya. Bukan malah menyuruh Tuhan buka jalan kemana dia mau pergi, apa yang dia mau raih dan capai di hidupnya. Tapi mau dan rela berjalan di jalan yang diatur dan ditetapkan Tuhan.

Orang yang dibentuk di padang gurun dan tetap membawa hasil didikan di padang gurun akan menyampaikan pengajaran yang lurus bagi umat, bukan pengajaran yang berbelit-belit dan bengkok penuh kelicikan, akal bulus, tujuan keruk fulus, maupun janji-janji hidup akan berjalan mulus asal nabur dan beri persembahan terus tiap saat. Contoh pengajaran yang bengkok: ingin sembuh mesti bayar perpuluhan dulu. Ingin diberkati mesti bayar buah sulung, nabur aneka jenis taburan yang banyak. Penderitaan Tuhan di Taman Getsemani sebelum penyalibannya merely used to “get some money.”

Tuhan membawa Yohanes Pembaptis keluar dari padang gurun untuk menyiapkan jalan bagiNya, tetapi tidak banyak yang berubah dari kehidupan hambaNya ini. Ia masih berpakaian bulu unta, makan belalang dan madu, dan memakai ikat pinggang kulit. Unta siap untuk perjalanan jauh di daerah yang tandus dan kering. Berbeda dengan pelayan jaman sekarang yang memiliki target pribadi sekian tahun pelayanan jemaat harus sekian ribu, mobil built up berapa unit, rumah mewah dengan kolam renang, rumah di luar negeri, dll. Makan belalang dan madu hutan, Yohanes Pembaptis tetap hidup sederhana karena ia seorang hamba. Jaman sekarang hamba harus kaya, sukses, semua serba mewah dan untuk mencapainya kompromi demi kompromi terhadap kebenaran dilakukan.

Sekalipun hamba Tuhan, yang dikatakan di Alkitab bahwa dari semua yang lahir dari perempuan tidak ada yang seperti Yohanes Pembaptis. Tetapi ia tidak memakai ikat pinggang lenan seperti yang dipakai oleh imam-imam jaman itu, walau Zakharia, ayahnya, seorang adalah seorang imam. Status hamba tidak ditunjukkan dengan pakaian yang mentereng buatan luar negeri, jabatan tinggi di sinode, kartu nama yang keren dengan sederet gelar teologi, jemaat dan gedung yang besar. Tetapi dari motivasi pelayanan, inti dan arah berita yang disampaikan dalam pelayanan dan life style seorang hamba yang tetap menjaga sikap dan tujuan hidup seorang hamba. Hamba hanya melakukan kehendak Tuannya!

Ijinkan Tuhan membawamu ke padang gurun untuk dididik, sehingga berita, pengajaran yang engkau sampaikan menyiapkan umat untuk dikerjakan tangan Tuhan, dan pengajaran yang tetap lurus dan benar.