Ketulusan
Dan engkau, anakku Salomo, kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepada-Nya dengan tulus ikhlas dan dengan rela hati, sebab Tuhan menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita. Jika engkau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang engkau untuk selamanya. — (1 Tawarikh 28:9)
Menarik apa yang disampaikan oleh Daud kepada Salomo sebagai pewaris tahtanya. Walau sejak kecil Salomo pasti sudah diajar beribadah kepada Tuhan, tetapi masalah pengenalan akan Tuhan bukanlah sesuatu yang bisa diwariskan secara otomatis dari ayah ke anak. Daud ingin agar anaknya mengenal Tuhan secara pribadi. Pengetahuan bisa diwariskan, adat, kebiasaan, tata cara ibadah bisa diajarkan dan diwariskan, tetapi pengenalan pribadi harus dibangun tiap orang sehingga pengenalannya tidak bersifat teori atau dogmatis semata, tetapi benar-benar bergaul dan berpengalaman berjalan bersama Tuhan.
Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. Oleh sebab itu aku mencabut perkataanku dan dengan menyesal aku duduk dalam debu dan abu.” — (Ayub 42:5-6)
Kita bisa melihat bahwa sekalipun Ayub dikenal Tuhan dan hidup dalam takut akan Tuhan, ia tidak mengenal Tuhan secara pribadi. Sehingga ketika Tuhan mengijinkan iblis untuk mencobai dia, banyak kesalahan persepsi dan tuduhan yang ia lontarkan kepada Tuhan, mulai dari menyesali kelahirannya (Ayub 3:1-3), merasa Tuhan sedang berperkara dengan dia (Ayub 10:2), menuduh Tuhan merusak kenyamanan hidupnya dan menjadikannya sebagai sasaranNya (Ayub 16:12–14), Ayub mencari Tuhan tetapi tidak menemukanNya (Ayub 23:8-9), bahkan merasa sebagai manusia yang gagal total (Ayub 17:11). Kalau kita menganut Teologi Kemakmuran maupun tujuan utama ikut Tuhan hanya untuk hidup makmur maka semua ayat akan diterjemahkan sebagai janji kekayaan duniawi dan kemakmuran materi. Tetapi lewat penderitaan yang dialaminya Ayub sekarang mengenal Tuhan bukan dari kata orang, tetapi dia lebih memahami Tuhan lewat kejadian-kejadian yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidupnya.
Ada yang berbeda dari apa yang dikatakan Daud kepada Salomo; kenalilah Tuhannya ayahmu—bukan kenalilah Allah Israel. Bukan Tuhan kita, atau Tuhannya orang Kristen tetapi Tuhanku. Pernyataan yang bersifat sangat pribadi dan personal. Daud menjadikan Tuhan sebagai Tuhannya pribadi, bukan Tuhan kita rame-rame. Ini akan tercipta lewat pengalaman hidup yang melekat kepada Tuhan. Kita tahu dalam setiap langkahnya, Daud selalu meminta petunjuk Tuhan. Perjalanan hidup Daud sejak menerima nubuatan dan pengurapan dari nabi Samuel, hidupnya menjadi tidak nyaman, penuh dengan aniaya, dimusuhi, difitnah para pembantu Saul, dikejar-kejar untuk dibunuh. Jasa yang dia buat dengan mengalahkan Goliat dan musuh-musuh bangsanya bukannya dihargai tetapi malah mendatangkan iri hati dalam hati Saul dan berlanjut ke usaha pembunuhan berkali-kali. Daud bisa menjadikannya alasan untuk kepahitan kepada Tuhan, karena sejak Tuhan menyatakan rencanaNya lewat nabi Samuel, hidupnya tidak lagi nyaman seperti dulu, Ia tidak bisa lagi menggembalakan kambing dombanya dan bermain kecapi. Tetapi ia harus menghadapi banyak peperangan dan harus bertahun-tahun melarikan diri dari upaya Saul untuk mengakhiri hidupnya. Sepertinya Daud memiliki prinsip hidup 5M (Mengampuni, Melupakan kemudian Move on Mengejar kegenapan janji Tuhan dan hidup Menikmati janji-janji itu).
Saya sampai sekarang masih heran dan tidak mengerti demikian banyak orang keliling ke sana ke mari mengejar nubuatan. Rela berdesak-desakan dan berdiri berjam-jam mengantri dalam prayer line (antrian doa) untuk mendapat doa pribadi dan nubuat. Bukankah Nuh,Yusuf, Daud, dan banyak tokoh Alkitab yang hidup nyamannya menjadi porak poranda setelah menerima nubuatan? Mari memiliki pengetahuan dan pengertian yang benar tentang segala sesuatu.
Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan. — (Yohanes 10:10)
Ayat ini sangat sering diplintir, baik oleh penganut tujuan utama hidup makmur maupun pemberita dan penebar janji kemakmuran dari mimbar. Padahal pengajaran paling dasar dari homiletika adalah tidak boleh menafsirkan ayat lepas dari konteks, lepas dari ayat di atas atau di bawahnya. Di ayat 10 dikatakan iblis datang untuk mencuri sedang Yesus datang supaya mereka mempunyai hidup. Kita baca di ayat-ayat sebelumnya Yesus mengajar tentang domba yang akan aman di kandang domba, karena ada pagar yang mengelilingi, ada penjaga kandang dan gembala. Jadi ini mengajarkan tentang orang percaya yang menjadikan Yesus sebagai gembalanya, dan hidup mereka mau digembalakanNya. Selama kita ada dalam penggembalaanNya, ada jaminan pemeliharaan. Supaya mereka memiliki hidup, lha domba-domba itu kan bukan carcass (daging) beku yang siap kirim, mereka juga bukan domba mati kena wabah. Tetapi Yesus mengatakan supaya mereka memiliki hidup. Apa maksudnya?
Tetapi mereka itu sama dengan hewan yang tidak berakal, sama dengan binatang yang hanya dilahirkan untuk ditangkap dan dimusnahkan. — (2 Petrus 2:12a)
Dalam pelayanan saya sangat banyak menemukan orang yang salah langkah, salah membuat keputusan, salah memilih partner bisnis dan banyak kesalahan lain yang mengakibatkan kesusahan dan penderitaan. Dalam suatu pelayanan saya dapat penyataan Roh tentang seorang bapak: salah langkah. Saya sampaikan penyataan ini kepada bapak itu, dia kemudian cerita bahkan istrinya memaksanya untuk menjual rumah yang mereka tempati untuk pindah ke kawasan yang jauh lebih elit. Rumah lama mereka hanya cukup untuk membayar DP (Down Payment), itupun masih dikurangi biaya untuk kontrak rumah selama 1 tahun, karena unit yang istrinya inginkan belum dibangun. Jadi harus tinggal di rumah kontrak dulu sampai rumah baru selesai dibangun. Bapak ini mengatakan untuk pembayaran cicilan kredit tiap bulan dia bingung dapat uang dari mana. Tapi istrinya main jurus pokoke harus pindah ke perumahan elit itu. Istrinya tidak mau lagi tinggal di komplek perumahan working class, harus di perumahan elit orang-orang kaya. Dari cerita itu saya jadi mengerti maksud Roh Kudus tentang salah langkah—bapak ini masuk dalam masalah karena salah langkah. Jangan sedikit-sedikit salahkan iblis sebagai penyebab masalah yang kita buat karena kebodohan kita sendiri. Orang yang sedikit-sedikit mencari kambing hitam atas kesalahan yang dia buat akan sulit disadarkan apalagi berubah jadi lebih cerdas.
Saya juga ingat teman yang membantu persekutuan kami di dua kota di bidang musik. Setiap saat dia hadir terlambat di doa semalaman kami, karena dia harus menunggu sampai ibadah selesai di tempat lain. Bukan hanya datang terlambat tetapi juga dalam kondisi kelelahan karena hari itu dia melayani sebanyak 2-3 kali sebelum melayani di doa semalaman kami. Pelayanan pagi, siang, malam baru pelayanan di tempat kami—pelayanannya tidak maksimal dalam kondisi badan kelelahan seperti itu. Pernah saya ajak bicara dari hati ke hati tentang jadwal pelayaanannya yang terlalu padat. Dia menceritakan bahwa dia terpaksa harus mengambil banyak pelayanan karena tuntutan istrinya. Memang waktu pertama kali bertemu istrinya saya melihat gaya hidup sosialita, ditambah foto-foto di medsos dan foto profilenya. Gengsi itu mahal. Istrinya masuk grup BPJS (Budget Pas-pasan Jiwa Sosialita), sehingga suami jadi kuda pacu mengambil jadwal pelayanan sebanyak-banyaknya untuk mendapat uang lebih banyak agar bisa memenuhi lifestyle istrinya. Motivasi pelayanan jadi berubah, semata-mata sebagai mata pencarian, bukan sebagai panggilan.
Sebelum saya menikah juga, hal yang paling saya takuti adalah bisa menikah dapat istri yang lifestylenya seperti sosialita. Karena pelayanan saya pasti akan berpengaruh, mau tidak mau dari pada diomel, diamuk istri yang seperti talking pillow, lama kelamaan akan khotbah lebih banyak tentang menabur, persembahan, beri maka kamu akan diberi supaya bisa memenuhi tuntutan pola hidup istri. Dari Getsemani bergeser ke get some money. Alkitab mencatat Simson satu-satunya hambaNya yang diurapi dengan kekuatan fisik luar biasa saja akhirnya menyerah dan tunduk akan bujukan dan tekanan Delila. Sebagai orang yang disuruh mendewasakan, tentu saja bukan tema pelayanan yang populer bagi banyak orang yang beragama tetapi hidup hanya fokus kekayaan melebihi orang sekuler. Salah-salah kalau kita kurang taat dan kurang percaya sepenuhnya kepada kesetiaan dan pemeliharaanNya, hidup bisa keleleran. Akhirnya Tuhan berikan istri yang sangat hemat sampai cotton bud yang baru dipakai satu sisi akan disimpan untuk dipakai sisi lainnya, baru dibuang.
Pencuri hanya bisa mencuri sesuatu yang dimiliki seseorang. Ia tidak bisa mencuri apa yang tidak dimiliki seseorang. Di kandang yang akan dicuri tentu saja isi kandang yaitu domba-domba. Pencuri tidak akan mencuri kohe-nya, untuk difermentasi menjadi pupuk kandang. Sebagai domba apa yang bisa dicuri darinya? Kalau hanya bulunya, akan tumbuh lagi sehabis dicukur. Kalau dagingnya, ya amsiong, domba harus disembelih untuk mendapatkan dagingnya.
Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mereka dan domba-domba itu mengikuti dia, karena mereka mengenal suaranya. Tetapi seorang asing pasti tidak mereka ikuti, malah mereka lari dari padanya, karena suara orang-orang asing tidak mereka kenal.” — (Yohanes 10:4-5)
Beberapa tahun yang lalu saya diminta seorang pengusaha untuk berangkat ke South Island, New Zealand untuk melihat satu peternakan salmon yang akan dijual. Peternakan high country salmon ini ada dekat dengan Mount Cook. Dalam perjalanan di South Island kami berpapasan dengan kawanan domba yang sedang turun dari lereng sebelah kiri jalan dan berjalan ke arah kami. Karena belum pernah melihat domba dalam jumlah beribu-ribu yang membuat bukit menjadi putih, saya turun dari kendaraan dan berdiri di tengah jalan untuk mengambil foto. Gembala domba dengan mobil d-cab ngebut menuju ke arah saya dan berteriak, “Get back to the car! Get back to the car!” berkali-kali.
Saya emosi dengan teriakan keras dan nadanya kasar, saya tetap berdiri di tengah jalan. Saya lama kerja di bidang pariwisata, di Indonesia kita menghargai wisatawan. Lha, ini koq diteriakin dengan nada kasar? Emangnya lu siapa? Saya datang disuruh calon investor peternakan salmon. Do you know, redneck? (Redneck adalah sebutan untuk bule pekerja kasar yang karena berjemur di bawah sinar matahari tengkuk dan lehernya jadi merah). Ternyata domba-domba itu tidak berani berbaris lurus mendekati saya, mereka malah belok turun ke lereng sebelah kanan. Saya baru mengerti kenapa si gembala domba berteriak dengan nada kasar agar saya kembali ke mobil. Domba takut dengan orang asing yang dia tidak kenal. Sebaliknya dia pasti kenal siapa gembalanya sehingga tahu persis siapa orang asing yang bukan gembalanya. Saya segera balik ke mobil dan duduk manis membiarkan kawanan domba itu melewati kami sampai selesai.
Salah, koq mokong? Kalau ketahuan jemaat iso isin aku.
Si gembala yang naik d-cab teriak lagi memanggil domba-domba yang berjalan menyimpang agar balik dari lereng sebelah kanan untuk balik naik ke jalan raya.
Sudahkah kita bergaul karib dengan Dia sehingga kita bisa langsung mengenali suaraNya dengan jelas dan pasti? Bukankah lebih sering suara hati yang penuh ambisi dan obsesi membuat pendengaran kita rusak sehingga kita merasa itulah suaraNya? Dan setiap Dia berbicara kita hal yang berbeda dari yang kita harapkan, ingini dan imani, maka kita langsung mengatakan itu pasti bukan Dia? Yang kita ikuti selama ini suara siapa? Hidup bukan untuk terus membuat masalah karena tidak bertanya kepada Allah. Dan hidup tidak dihabiskan hanya untuk berseru minta tolong kepadaNya atas konsekuensi kesalahan yang kita buat.
Memiliki hidup dalam segala kelimpahan, yang langsung diasosiasikan dengan kelimpahan materi. Padahal di Alkitab banyak jenis kelimpahan yang mestinya ada di dalam hidup orang percaya.
- Limpah dengan suka-cita (Kisah 2:28) bahkan di dalam penderitaan (2 Kor 7:4)
- Limpah dengan kekuatan adi kodrati untuk cakap menanggung dan menghadapi segala situasi dan kondisi (2 Kor 4:7).
- Limpah dengan ucapan syukur (2 Kor 4:15, Kolose 2:7).
- Limpah dalam kasih dan perbuatan baik (2 Kor 9:8).
- Melimpah dalam pengetahuan dan pengertian yang benar (Filipi 1:9).
Jadi di dalam Tuhan kita memiliki pengetahuan dan pengertian yang benar tentang Firman dan Tuhan sehingga kita tidak sesat. Ikut Yesus dari Nazaret tetapi yang ada di benak dan yang dibayangkan adalah yesus ekonomi, raja atas utang jadi bebas berhutang terus karena ada yesus yang akan melunasinya. yesus kesuksesan yang akan membuat pengikutnya dari kere menjadi kaya, dari melarat jadi konglomerat. yesus jasa raharja, hidup sembarangan, asal liat cuan langsung ngebut tanpa berpikir dua kali, semua yang berbau cuan dianggap tuhan yang buka jalan, sehingga tidak sedikit yang hancur, masuk jurang masalah yang dalam. Waktu hancur remuk minta tanggungan yesus jasa raharja untuk menanggung semua dan memulihkan semua. Memang kalau menurut tanggungan jasa raharja tidak ada diurusi penyebab kecelakaan, pokok kecelakan di jalan raya, bisa diiurus asuransi jasa raharja-nya terlepas dari salah atau benar dalam kecelakaan itu.
Angel wes angel, sak karepe dewe.
Kembali ke ketulusan, di dalam Alkitab kita tahu Daud ingin membangun Rumah Tuhan, setelah ia menjadi raja, karena ia berpikiran masakan ia tinggal di rumah yang bagus tetapi Tabut Tuhan masih di dalam tenda. Ia tidak lupa akan kebaikan Tuhan yang mengangkat dia menjadi raja atas umat Israel. Ia menyiapkan demikian banyak persediaan untuk membangun Rumah Tuhan. Tetapi tidak ada kita temukan dia mengajarkan prinsip tabur tuai ke Salomo. Ia menekankan pengenalan akan Tuhan, beribadah dengan tulus ikhlas dan rela hati. Tidak pernah ada satupun prinsip Daud memberi banyak agar dikembalikan berlipat-lipat. Itu bukan pemberian atau persembahan, tetapi investasi.
Bertahun-tahun yang lalu ada debat di hati saya tentang pengajaran tabur tuai, khususnya “berilah maka kamu akan diberi, kalau mau tuai lebih banyak ya beri lebih banyak.” Yang diartikan sempit bahwa kita hanya akan diberi materi oleh Tuhan bila kita terlebih dahulu menabur materi. Di satu sisi memang ada ayat mengatakan berilah, maka kamu akan diberi. Tetapi penafsiran dan definisi sempitnya membuat ada konflik di hati saya mana yang benar. Bukankah kalau kita memberi kita berharap akan ada pengembalian?
Seorang petani yang bekerja keras haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya. — (2 Timotius 2:6)
Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi. — (Yakobus 5:7)
Bukankah petani menabur karena mengharap akan menuai? Apa yang salah atau kurang tepat dalam pengertian dan aplikasi pengajaran tabur tuai yang diartikan sempit?
Di batin saya saya merasa kurang sreg tetapi ada ayat yang dipakai sebagai dasar. Akhirnya saya duduk di kaki Tuhan mencari jawabannya. Bukan jawaban yang saya dapat tetapi pertanyaan: Memangnya kamu petani? Yang spontan saya jawab bukan. Jadi kalau orang memposisikan dirinya sebagai petani, tidak salah kalau dia memiliki paradigma tabur tuai dalam arti kasih uang terima uang lebih banyak. Tetapi kita adalah anak-anak yang kekasih dari Tuhan yang dikasihi dan mengasihinya. Adakah seorang anak membelikan masakan buat orang tuanya dengan harapan dan agenda tersembunyi agar kelak mendapat warisan lebih banyak? Anak yang baikkah kalau melakukan itu dengan motivasi yang tidak tulus? Semua dilakukan dengan perhitungan investasi dan fokus semata-mata berharap keuntungan. Itu murni jiwa dagang, tidak ada jiwa yang mengasihi Tuhan. Padahal hukum yang terutama adalah mengasihi Tuhan, bukan menginvestasikan uang ke tangan Tuhan.
Saya pernah 6 kali memimpin rombongan ziarah ke Israel, dan beberapa kali saya ingin memakai cincin yang bertuliskan ani li dodi, fi dodi li, yang diambil dari Kidung Agung 6:3, tetapi waktu pertama saya cari di jewellery shop di lobi hotel, mereka tidak punya stock, saya pesan karena saya ada jadwal lagi bawa rombongan. Saya datang ke toko yang sama ukuran cincin tidak ada yang cocok dijari saya. Kemudian pada kali ketiga sewaktu menginap di Mövenpick Hotel di tepi danau Galilea saya menemukannya di pasar malam di belakang hotel, tetapi bukan terbuat dari emas tetapi dari bahan monel. Saya merasa saya belum layak memakai cincin berukir tulisan itu karena kasih saya kepada Tuhan belum mencapai taraf yang Tuhan inginkan, maka sementara cukup memakai dari bahan monel.
Ketika kita mengasihi Tuhan maka kita akan jauh dari prinsip investasi dan mental dagang. Semua dilakukan karena dimotivasi oleh kasih kepada Tuhan, tanpa perhitungan untung rugi, apalagi dengan prinsip harus cuan terus. Bisa dibayangkan tidak nyamannya Tuhan melihat kita melakukan sesuatu seakan bagiNya, padahal semua kita lakukan hanya untuk kepentingan dan keuntungan kita pribadi. Tuhan seakan disuruh jadi robot trading, yang harus memberi kita untung terus dari apapun yang kita investasikan. Terus mana perbuatan yang kita lakukan semata-mata bagi Tuhan?
Sebagai orang yang melayani saya sangat sering bertemu dengan orang-orang yang semua dilakukan karena ada tujuan dan agenda pribadi. Pernah seorang pemilik rumah makan menelpon saya menanyakan apakah saya sedang ada di kotanya, saya jawab iya, saya pas ada pelayanan beberapa hari di kota itu. Dia katakan dia akan kirim nasi campur ke tempat saya, saya katakan tidak usah karena jaraknya ke tempat saya menginap butuh 35-45 menit dengan kendaraan. Dia tetap ngotot ingin antarkan saya nasi campur, akhirnya saya mengalah, dan dia katakan segera menyuruh karyawannya untuk berangkat. Belum lima belas menit, alias nasi campur belum datang, dia menelpon lagi dan mulai cerita beban pergumulan yang dia hadapi anaknya pacaran dengan pria beristri. Saya pernah datang ke rumah mereka sebelumnya dan saya melihat sendiri kelakuan ibu ini kepada suaminya. Dari awal sampai akhir cuma menceritakan kekurangan, kelemahan, kesalahan suaminya saja. Tidak berhenti dia mengomeli suami di depan saya. Saya jadi kasian kepada suaminya, koq bisa dapat istri juara ngeluh dan ngomel seperti itu. Dia ingin Tuhan tolong sadarkan anak perempuannya, tetapi dia tetap merasa tidak bersalah bersikap seperti itu kepada suaminya.
Sesungguhnya, tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu. — (Yesaya 59:1-2)
Ternyata pemberian nasi campur bukan sebagai perbuatan kasih atau perhatian kepada pelayan Tuhan, tetapi hanya sebagai pembuka jalan untuk curhat dan konseling panjang penuh pembenaran diri. Supaya si pelayan pay sing ki (sungkan) karena sudah dikirimi nasi campur walaupun masih OTW (bahasa Jawa dari Oke, Tunggu Wae) dan si pemberi tidak lagi punya rasa sungkan konseling ratusan keluhan dan masalah sekali telpon sampai telinga kiri dan kanan panas semua karena radiasi hp. Nasehat kami tidak didengar, teguran dikesampingkan, tetapi jawaban Tuhan tetap diharapkan.
Anda sehat?
Kami yang melayani Tuhan bukanlah Esau yang harus dilunakkan hatinya dengan pelbagai pemberian dari Yakub. Harapan kami kepada Tuhan, bukan kepada manusia, walaupun pada realitanya yang kami layani adalah anak-anakNya. Karena kalau kami berharap ke domba maka domba akan kami gunting bulunya, potong dan nikmati dagingnya. Kami berharap ke pemilik domba agar domba-domba aman, sehat dan tetap hidup dan berkembang biak, bukan jadi domba sembelihan kami.
Ketulusan membuat kita melakukan sesuatu dengan tujuan yang murni, bukan sebagai bentuk investasi dan ekspresi ketamakan, hidup tidak bisa bersyukur. Dikasih sedikit, dikembalikan, karena berharap diberi lebih banyak lagi. Disuruh melakukan sesuatu, bukan bersegera melakukannya, tetapi dilihat dulu untung-ruginya. Kalau keuntungan tidak kelihatan akan ditunda bahkan tidak dilakukan. Kalau menguntungkan, tidak disuruhpun akan dilakukan seakan tergerak, padahal motivasi dan tujuannya berbeda jauh.
Tuhan menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita. Tidak ada yang tersembunyi di hadapan Tuhan. Manusia bisa kagum dan memuji perbuatan kita tetapi Tuhan tahu dengan pasti motivasi terdalam serta maksud dan tujuan sebenarnya dari setiap tindakan kita.
Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab. — (Ibrani 4:13)
Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia. — (Kisah Para Rasul 24:16)
Ketulusan membuat hubungan kita dengan orang lain bukan atas dasar azas manfaat—bila bisa dimanfaatkan maka kita terus berhubungan. Tidak ada manfaat, tidak perlu ada hubungan. Bukan atas dasar butuh cari, tidak butuh jauhi dan lupakan. Senang ke sana, susah ke sini (2 Korintus 1:12).
Ketulusan membuat kita bisa memberi masukan, saran, nasehat tanpa ada agenda tersembunyi atau maksud tertentu (1 Timotius 1:5).
Ketulusan menjauhkan kita dari kecurangan (Titus 2:10)
Ketulusan memampukan kita mengamalkan kasih persaudaraan yang murni (1 Petrus 1:22)
Ketulusan menjauhkan kita dari sifat munafik penuh kepura-puraan, lain di depan lain di belakang, lain di bibir lain di hati (Kolose 3:22).
Jika engkau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang engkau untuk selamanya.
Tuhan sudah turun dari surga mencari kita, masalahnya kita baru akan mencari pertolonganNya ketika kita dalam problem yang berat. Kita tidak pernah mencari Dia, yang kita cari hanya berkatNya, promosiNya, pertolonganNya, jawabanNya. Hanya mencari apa yang ada di tangan Tuhan dan apa yang Tuhan bisa lakukan untuknya. Tidak mencari pribadiNya.
Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. — (Roma 3:11)
Harapan Daud kepada anaknya agar ia mencari Tuhan, bukan mencari macam-macam yang Tuhan punya. Kiranya kita ditemukan sebagai orang-orang yang mencari Tuhan dan mengasihi Tuhan dengan tulus.