Kematian

Pada 24 September pagi sekitar jam 7, istri dari seorang aktivis di Doa Semalaman kami mengabari lewat WA bahwa suaminya dilarikan ke rumah sakit. Pada saat saya baca WA-nya, saya dapat penglihatan ada 2-3 orang sedang menggali lubang kuburan. Saya berharap apa yang saya lihat salah, karena keluarga ini anak-anaknya masih kecil-kecil, masih di bangku sekolah semua.

Waktu doa semalaman setahun sebelumnya, saya memang sudah mendapat penglihatan bahwa suaminya akan meninggal. Tetapi sebagai hamba Tuhan, melihat anak-anak yang masih kecil, masih jauh dari mandiri, saya tetap berharap agar ada kemurahan Tuhan untuk keluarga ini dengan melihat anak-anaknya yang masih kecil. Sekitar jam 9 pagi aktivis lain di Doa Semalaman, Pak Toni, mengabari saya kondisi riilnya bahwa teman itu stroke dan mengorok. Saya kemudian sampaikan apa yang saya lihat tentang 2-3 orang yang sedang menggali lubang kuburan kepadanya. Tetapi saya katakan saya akan berdoa memohon kemurahan Tuhan baginya.

Dalam beberapa hari selanjutnya saya banyak duduk di kaki Tuhan sampai 3 jam-an memohonkan kemurahan Tuhan bagi teman ini. Saya ingatkan Tuhan bahwa usianya masih muda, lebih muda belasan tahun dari saya dan anak-anak masih sekolah semua, belum ada yang mandiri. Lebih baik apa yang saya lihat salah daripada benar, karena kalau salah berarti tidak ada lubang kubur itu, dan Tuhan akan pulihkan dia.

Karena pendarahan yang hebat, teman ini harus menjalani operasi dalam kondisi belum sadar untuk mengeluarkan darah di kepalanya. Kondisinya drop, tetapi saya tetap bergumul di kaki Tuhan dengan mengingatkan Tuhan akan usianya yang masih muda dan anak-anaknya yang belum dewasa. 27 September siang istrinya WA saya bahwa respons suaminya sudah nol. Dan saya dengan berat hati harus menyampaikan bahwa Roh Kudus katakan, “Lepas, Aku mau bawa pulang”. Tanggal 28 pagi jam 5.52 saya mendapat kabar kondisinya membaik, saya senang sekali, sepertinya Tuhan mendengarkan permohonan kami semua. Tetapi jam 9.15 pagi saya menerima WA Pak Toni lagi mengabari teman kami sudah berpulang. Sebagai teman yang berdoa semalaman bertahun–tahun, saya sedih kehilangan teman dan sekaligus saudara seiman. Dia sangat muda, dan anak-anaknya masih sekolah semua.

Mungkin ada yang bertanya Pak Asen sudah dikasih lihat orang gali lubang kubur, koq masih ngotot bergumul dengan Tuhan? Sudah dapat pesan, “Lepas, Aku mau bawa pulang” masih saja ngeyel memohonkan kemurahan Tuhan?
Ya, saya berharap yang saya lihat salah, karena berat menerima keputusan itu. Lebih baik itu tidak terjadi.
Kalau tidak terjadi orang akan bilang nubuatan pak Asen tidak akurat lho!

Ketika ikut World Mission Course ada bahasan mendalam tentang Yunus yang tidak mengerti hati Tuhan, dia tetap berharap apa yang dia sampaikan terjadi. Ketika Tuhan berkemurahan dan membatalkan hukumanNya atas Niniwe, Yunus justru sakit hati dan tetap menunggu turunnya hukuman Tuhan atas Niniwe. Banyak yang hanya membahas bahwa Yunus menaruh sakit hati kepada Niniwe yang merupakan ibu kota kerajaan Asyur, yang memusuhi bangsa Israel. Tetapi sebagai orang yang dipakai dengan karunia nubuat, saya mengerti bahwa ada gengsi, nama baik, kesombongan yang bisa melatar belakangi semuanya.

Kalau kita sombong, menjaga nama baik dan track record lebih utama daripada kasih kepada sesama, maka kita maunya semua penglihatan dan nubuat yang kita dapat dan sampaikan tergenapi karena nama baik adalah di atas segalanya. Yang paling utama adalah nubuat yang kita sampaikan harus terjadi, karena kita tidak ingin track record kita di bidang nubuat tercoreng karena tidak tergenapi. Tetapi bagi orang yang mengasihi, kita akan berharap hukuman, bencana, kejadian menyedihkan, tidak terjadi dan kita akan bersyafaat memohonkan belas kasihan Tuhan agar semuanya dilalukanNya. Adalah sangat berbahaya untuk orang yang dipakai dalam karunia nubuat bila gengsi, kesombongan, track record adalah segalanya, karena dia bisa menjadi pengutuk daripada seorang pendoa syafaat.

Tidak semua yang Tuhan sampaikan merupakan keputusan Tuhan yang harus terjadi, ada yang berupa informasi yang butuh doa syafaat kita agar itu tidak terjadi. Seperti waktu saya dapat penyataan tahun 1998 tentang akan ada kerusuhan cukup besar di kota kami, Roh Kudus katakan, “Aku butuh 500 pendoa.” Lha, siapa saya yang bisa mengumpulkan 500 pendoa, wong ketika saya sampaikan di persekutuan kami, tidak ada yang percaya. Dan awal tahun 2000 apa yang disampaikan Roh Kudus terjadi.

7 Oktober sore, teman SMA saya mengabari ada teman seangkatan kami di Serpong dilarikan ke rumah sakit karena tidak enak badan dan tensi tinggi. Waktu baca WA nya saya langsung melihat batu nisan dengan salib dan saya sampaikan ke teman itu. Di rumah sakit, kondisnya semakin buruk, stroke dan pendarahan di kepala. Jam 1 dini hari dioperasi dan belum sadarkan diri.

Saya sudah banyak kehilangan teman; teman sejak kecil, teman sehobi, teman sekolah, teman kuliah dan teman pelayanan yang meninggal dunia. Teman sejak kecil saya ditabrak ketika pulang makan siang dari kantor, sempat dirawat beberapa hari di RS tetapi tidak tertolong. Ada teman baik sehobi saya yang meninggal karena serangan jantung. Padahal dia teman yang sangat baik dan tidak egois, kami selalu bergantian nyetir mobil dan ngeblor. Ada teman sekolah waktu SMA yang meninggal akibat terikat minuman keras, minumnya berlebihan sehingga menghancurkan kesehatannya. Ada teman waktu kuliah di Fakultas Hukum yang mati gantung diri karena putus asa dengan penyakitnya. Ada beberapa teman pelayanan yang juga sudah mendahului, ada yang meninggal ketika kami dalam perjalanan untuk pelayanan di Lembaga Pemasyarakatan Madiun, ada yang meninggal tiga hari setelah bertengkar hebat dengan istrinya—yang ini istrinya memang keras lebih keras dari batu, sehingga suaminya terlalu sering tertekan dan membuat penyakit darah tingginya makin parah.

Saya ingat ketika diundang makan malam oleh keluarga ini bersama dengan calon menantunya yang lulusan universitas di USA. Ketika makan malam saya dapat penyataan bahwa pacar anak gadis mereka bukanlah jodoh yang Tuhan siapkan bagi puterinya. Ketika diantar pulang oleh suaminya setelah makan malam, saya sampaikan kepada suaminya. Tidak lama anak gadisnya menceritakan kepada orang tuanya bahwa ia ingin mengakhiri hubungan dengan pacarnya itu. Karena si cowok terbiasa bersikap kasar, memaki dan menyumpahinya. Tetapi si mama tersayang tetap ngotot hubungan harus berlanjut dengan alasan cowok itu baik, dan mereka sudah dikenalkan ke calon besan. Si anak gadis makin histeris dan sampai teriak-teriak kepada orang tuanya ingin putus tetapi si mama tetap bak batu karang tidak tergoyahkan, tetap mengatakan si cowok adalah anak baik. Padahal si mama yang teguh bak batu karang adalah jago ngarang, alasan sebenarnya adalah si cowok ini anak orang sangat kaya, lulusan USA lagi. Itu alasan utamanya, alasan lain itu bisa dicari dan dibuat kemudian untuk menyembunyikan motivasi sebenarnya. Ketika si mama menikah dengan si papa, sampai siap jadi kakek nenek, ekonomi mereka masih berjalan datar tanpa ada jalan mendaki. Mungkin saja si mama melihat sudah tidak ada harapan hidup lebih nyaman dari suami sehingga dia ingin anaknya menikah dengan orang kaya. Daripada dulu idealis menikah dengan orang biasa dengan harapan kelak akan jadi kaya. Ketika istri teman saya menelpon saya mengabari anak gadisnya yang jadi suka teriak-teriak histeris kalau disinggung tentang kelanjutan hubungannya dengan si cowok, saya ingatkan kembali bahwa waktu saya diundang makan malam di rumah mereka dengan sang calon menantu Roh Kudus sudah katakan si cowok bukan pilihan Tuhan, tetapi istri teman ini tetap ngotot, ngeyel, mokong, keras kepala mengatakan bahwa cowok itu baik. Kalau baik, masa masih pacaran sudah kasar, maki-maki dan nyumpahin putrinya? Normalnya dan biasanya cowok sedunia baik di awal, sesudah menikah tidak pakai lama luntur semua lapisan palsu selama pdkt-nya, dan tampak aslinya. Ini masih pacaran sudah kayak gini, bagaimana kalau sudah menikah? Pacaran biasanya kasihkan madu, setelah nikah baru kasihkan racun, ini masih pacaran sudah diberi racun, bagaimana setelah nikah. Saya tidak lupa lagu Madu dan Racun karena lagu itu ngetop ketika saya masih kuliah di Nusa Dua.

Tetapi akhirnya sang puteri mengambil keputusan tegas memutuskan hubungan, sekaligus menghancurkan impian ibunya untuk punya menantu dari keluarga sangat kaya. Terakhir saya mendengar puterinya menikah dengan teman segerejanya dari keluarga biasa. Lebih baik begitu daripada menikah dengan laki yang limpah harta sekaligus limpah makian dan sumpah serapah, yang pasti akan memperlakukannya seperti sampah. Lebih baik diperlakukan seperti berlian di tengah sampah daripada diperlakukan seperti sampah di tengah berlian. Catat itu.

Tapi pak Asen, saya pengennya diperlakukan seperti berlian di tengah berlian.
Hehe kalau maunya seperti itu doa dan puasalah yang banyak. Dan renungkan apakah permintaan akan sesuatu yang istimewa juga disertai dengan menjadi anak yang istimewa di hadapan Tuhan, atau hanya minta semua yang istimewa tapi tidak pernah jadi anak yang istimewa. Rugi bandar!

Berfirmanlah TUHAN: “Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja.” – (Kejadian 6:3)

Ada yang menarik kalau kita perhatikan bahwa ayat ini seringkali dimengerti bahwa Tuhan menetapkan umur manusia maksimal 120 tahun saja. Tetapi kalau kita perhatikan umur Abraham 175 tahun, umur Ishak 180, umur Yakub 147 tahun, Laban 130 tahun. Jadi jelas firman itu tidak berbicara tentang batas umur manusia, tetapi batas rentang waktu yang Tuhan tetapkan sejak Ia berbicara kepada Nuh sampai terjadinya air bah yang membinasakan. Jadi ini akan menjawab mengapa setelah Tuhan berfirman tentang batas umur 120 tahun masih banyak orang yang hidup lebih lama dari 120 tahun.

Ketika masih bekerja di biro perjalanan sebagai pemandu wisata, saya pernah ditanya seorang bule, “What the Indonesians mostly died of?” Saya jawab, “Called by God.” Ini jawaban konyol yang saya tidak akan bisa lupa seumur hidup. Si bule terhenyak dan diam, saya juga cuek saja. Tetapi pertanyaan si bule dan jawaban yang saya beri terus mengganggu pikiran saya sehingga saya mencari tahu tentang penyebab kematian terbesar di Indonesia, yang pastinya di dalam data statistik tidak akan ditemukan penyebab kematian karena dipanggil Tuhan.

Sama seperti waktu lagi training untuk membawa rombongan bule overland tour, mulai dari Jakarta dan berakhir di Bali. Di itinerary kami ada menginap di Jakarta dua malam, di Bandung dua malam, di Pangandaran satu malam, dua malam di Yogya, dua malam di Batu, kemudian lanjut ke Bali tiga malam, kemudian rombongan balik ke negaranya atau melanjutkan ke Tana Toraja. Malam itu kami makan malam di daerah Malioboro, nama restorannya Legian, mungkin sekarang sudah tidak ada lagi. Ketika makanan mulai datang, tiba-tiba lampu mati. Si waiter spontan bilang, “Sorry Sir, jegleg.”

Penyebab kematian tidaklah menjadi olok ukur apakah seseorang itu telah hidup benar atau tidak—karena ada anggapan bila mati kecelakaan, atau karena penyakit sering dianggap sebagai kematian karena dihukum. Padahal Elisa, adalah nabi yang mati karena sakit, tetapi urapan yang Tuhan percayakan kepadanya tidak hilang ketika ia meninggal.

Sesudah itu matilah Elisa, lalu ia dikuburkan. Adapun gerombolan Moab sering memasuki negeri itu pada pergantian tahun. – (2 Raja-raja 13:20)

Pada suatu kali orang sedang menguburkan mayat. Ketika mereka melihat gerombolan datang, dicampakkan merekalah mayat itu ke dalam kubur Elisa, lalu pergi. Dan demi mayat itu kena kepada tulang-tulang Elisa, maka hiduplah ia kembali dan bangun berdiri. – (2 Raja-raja 13:21)

Di sini kita melihat sesuatu yang sepertinya paradox—Elisa meninggal karena sakit, tetapi tulang-tulangnya malah bisa membangkitkan orang yang telah mati. Mengapa Elisa tidak sembuh dengan urapan yang ada padanya? Urapan tidak bisa dikendalikan dan dipakai untuk kepentingan pribadi orang yang diurapi, urapan tetap dibawah kendali Tuhan sepenuhnya, dan yang diurapi hanyalah bejana dan alat Tuhan. Orang yang diurapi tidak bisa memperalat Tuhan dan mempekerjakan Tuhan untuk kepentingannya sendiri. Seberapapun urapan yang ada pada kita itu tidak membuat kita boleh menguasai dan memanfaatkan urapan dan karunia. Semua harus tetap dibawah kendali dan pimpinan Tuhan.

Pada 10-10-2020 pagi ada nubuatan yang di forward ke saya lewat WA, isinya ada anak kecil di Jakarta katanya dapat penyataan Tuhan tentang pengangkatan sebelum vaksin corona massal, dan pada 20-20-2020 akan terjadi gempa bumi hebat di seluruh dunia. Saya balas WA itu dengan pertanyaan, sekarang tanggal berapa? Selama Tuhan pakai bernubuat saya tidak pernah mendapat nubuat yang begitu detail sampai lengkap tanggal dan bulan peristiwa yang dinubuatkan—walau bukan tidak mungkin ada yang pernah mendapatkan nubuat sedetail itu. Tetapi saya pribadi tidak pernah mendapat nubuat lengkap dengan tanggal, bulan akan terjadinya. Karena Firman Tuhan jelas mengatakan

Sebab pengetahuan kita tidak lengkap dan nubuat kita tidak sempurna. – (1 Korintus 13:9)

Kata yang diterjemahkan tidak sempurna berasal dari kata meros dalam bahasa Yunani yang berarti bagian, potongan. Jadi kalau nubuat demikian detail dengan tanggal, bulan dan tahun itu sesuatu yang akan jelas bertentangan dengan ayat di surat Korintus ini. Karena banyaknya online shop dengan program belanja pada tanggal-tanggal cantik mempengaruhi cari berpikir banyak orang sehingga merasa dapat nubuat untuk 10-10-2020.

Kita melihat nubuat-nubuat seperti ini sudah sejak dekade 80-an begitu banyak. Dan kita bisa melihat akurasinya sangat rendah. Kalau kita mau berpikir sejenak, nubuat-nubuat palsu seperti itu bisa dipakai roh-roh setan untuk membuat orang percaya pada satu titik tidak akan percaya lagi pada nubuatan sekalipun itu dari Tuhan. Sehingga kelak ketika Tuhan mengungkapkan sesuatu umatNya akan apatis, cuek bebek dan tidak peduli karena beranggapan paling itu nubuatan palsu lagi. Saatnya kita mempraktekan apa yang dikatakan Rasul Yohanes:

Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah percaya akan setiap roh, tetapi ujilah roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia. – (1 Yohanes 4:1)

Di internet demikian banyak nubuatan-nubuatan yang di upload, sehingga sering menimbulkan kebingungan, bahkan ketakutan. Dan orang percaya suka mendengar akan nubuat-nubuat akan apa yang akan terjadi. Mereka lebih ingin mengetahui tentang apa yang akan terjadi di masa depan, daripada mereka mulai belajar berjalan setiap hari bersamaNya. Telinga mereka gatal ingin mendengar nubuat-nubuat, tetapi tuli terhadap pengajaran Tuhan.

Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku. Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah. Jadi mana yang harus kupilih, aku tidak tahu. Aku didesak dari dua pihak: aku ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus–itu memang jauh lebih baik; tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu. – (Filipi 1:20-24)

Ayat di atas menunjukkan kualitas Paulus sebagai hamba Tuhan. Ia memuliakan Tuhan bukan memuliakan diri sendiri.

Belakangan ini kita banyak mendengar klaim-klaim yang luar biasa dari beberapa orang yang memproklamirkan diri sebagai kelompok hamba pilihan, dapat tugas khusus, dapat pengihatan yang dan nubuat yang luar biasa. Tetapi kemudian tidak terbukti. Memang ada banyak pemanjat sosial (social climbers) di dunia ini. Orang-orang yang mempromosikan dan mengangkat diri dengan berbagai macam cara. Hanya Tuhan yang layak mengangkat hamba-hambaNya dan hamba-hamba tidak layak mempromosikan dan mengangkat diri dengan cara-cara duniawi.

Prinsip Paulus hidup adalah Kristus, bukan hidup adalah kesempatan mengejar semua obsesi, pelayanan dijadikan wahana dan batu lompatan mendapatkan semua yang diimpikan. Tidak ada target mesti jadi apa, pelayanan sebesar apa dan uang persembahan minimal sejumlah apa, asset harus sudah sebanyak apa. Tetapi hidup menghasilkan buah, bukan hidup untuk menikmati buah. Kalau hidup untuk menghasilkan buah maka kita akan fokus kepada kebaikan dan kesejahteraan orang lain, bukan menumpuk semua untuk diri sendiri dengan memerah orang lain. Pohon berbuah tidak pernah bagi dirinya sendiri, tetapi bagi hewan dan bagi manusia. Hidup untuk menghasilkan buah tidak akan penuh tuntutan dan kepentingan pribadi. Tetapi berfokus pada maksud Tuhan menciptakan, menyelamatkan, memakai dan memberkati dia. Inilah hidup yang sudah menemukan makna kehidupan dan tujuan pelayanan.

Paulus ingin pergi dan diam bersama-sama dengan Kristus. Ada hidup yang merindukan untuk diam bersama Tuhan. Bukan hidup yang dipakai sebagian besar untuk mengejar semua cita-cita pribadi, denga keyakinan tutup mata di bumi pasti langsung buka mata di sorga. Duduk di kaki Tuhan sejam sehari saja tidak betah, baca Firman Tuhan tiap 1 pasal saja rasanya berat. Mana mungkin ada kerinduan untuk diam bersama dengan Tuhan. Yang pasti ibadahnya hanya akan sebatas ritual seremonial tanpa hubungan personal dengan Tuhan.

Rasul Paulus melihat umat Tuhan yang dilayaninya masih membutuhkan pelayanannya, sehingga walaupun ia rindu diam bersama Tuhan, ia melihat bahwa lebih perlu untuk bersama jemaat. Ia mendahulukan kepentingan jemaat yang dilayani daripada kerinduan hatinya sendiri. Berapa banyak yang seperti ini, mendahulukan kepentingan jemaat daripada keinginan hatinya sendiri.

Saya ingat dalam acara siaran radio Pendewasaan Rohani pernah ada seorang ibu yang menelpon saya, cerita ia harus menjual lemari di rumah untuk bayar perpuluhan, karena penghasilannya sangat minim. Kitab Ibrani jelas mengatakan bahwa sistim imamat Harun/Lewi sudah diganti dengan sistim imamat Melkisedek, koq bisa tetap ada orang Lewi setelah itu? Pernahkan ada 1 ayat di Perjanjian Baru yang mengatakan orang yang melayani otomatis menjadi orang Lewi? Di mana ayat gembala menjadi orang Lewi? Juga kalau mau dibahas lebih dalam ada jelas ada praktek yang menyimpang dari apa yang ditulis di Perjanjian Lama.

Mengenai bani Lewi, sesungguhnya Aku berikan kepada mereka segala persembahan persepuluhan di antara orang Israel sebagai milik pusakanya, untuk membalas pekerjaan yang dilakukan mereka, pekerjaan pada Kemah Pertemuan. – (Bilangan 18:21)

“Lagi haruslah engkau berbicara kepada orang Lewi dan berkata kepada mereka: Apabila kamu menerima dari pihak orang Israel persembahan persepuluhan yang Kuberikan kepadamu dari pihak mereka sebagai milik pusakamu, maka haruslah kamu mempersembahkan sebagian dari padanya sebagai persembahan khusus kepada TUHAN, yakni persembahan persepuluhanmu dari persembahan persepuluhan itu, dan persembahan itu akan diperhitungkan sebagai persembahan khususmu, sama seperti gandum dari tempat pengirikan dan sama seperti hasil dari tempat pemerasan anggur. Secara demikian kamupun harus mempersembahkan sebagai persembahan khusus kepada TUHAN sebagian dari segala persembahan persepuluhan yang kamu terima dari pihak orang Israel. Dan yang dipersembahkan dari padanya sebagai persembahan khusus kepada TUHAN haruslah kamu serahkan kepada imam Harun. (Bilangan 18:26-28)

Di sini jelas kita lihat alur/prosedur penanganan persembahan perpuluhan—orang Israel memberikan kepada orang Lewi, orang Lewi mengantarkan perpuluhan dari perpuluhan yang mereka terima kepada imam Harun.

Menurut hukum Musa, orang Israel tidak langsung mengantarkan perpuluhan kepada imam Harun. Kalau kita lihat praktek sekarang: orang percaya antar ke tempat ibadah, terus dari tempat ibadah dipakai menggaji pengerja. Alur/prosedurnya sudah menyimpang, mestinya kalau menurut hukum Musa, orang percaya mengantar ke para pengerja di rumah ibadah, kemudian para pengerja itu memberikan perpuluhan mereka kepada pimpinan rumah ibadah—yang pembaca tahulah siapa itu, tidak enak saya tulis blak-blakan. Kalah sama lampu philips—terus terang dan terang terus. Memangnya ada yang mau menjalankan prosedur seperti ini? Umat memberikan kepada para pengerja perpuluhan mereka, kemudian para pengerja memberikan dari perpuluhan yang mereka terima dari umat seperpuluhnya kepada pimpinan di sana. Lha kita tidak pakai hukum Musa, kita pakai kitab Maleakhi! Nah berarti memakai aturan yang lebih baru kan? Betul. Terus di Perjanjian Baru di kitab Ibrani ada aturan yang paling baru tentang sistem imamat koq tidak dipakai, di surat 1 Petrus 2:9 juga ada menyebutkan perubahan sistem imamat, kenapa tidak dipraktekkan? Alasannya apa? Ayo jujur. Ojo ngeles kon yo nek wes ngene.

supaya dengan demikian Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela. – (Efesus 5:27)

Cacat mata duitan, penuh ketamakan, ambisi dan obsesi atas nama visi dari Tuhan, jago manipulasi. Kerut terjadi karena karena kulit tidak lagi elastis, tidak ada regenerasi sel, otot di bawah kulit sudah berkurang volumenya, dan kalau pakaian berkerut juga karena tumpang tindih. Kita tidak lagi elastis, malah menjadi demikian kaku dengan ibadah ritual dan seremonial “logos”, sehingga menolak kehadiran dan kehendak Tuhan dalam bentuk rhema. Tidak ada regenerasi—semua seperti Imam Besar di Perjanjian Lama—setelah mati baru bisa diganti. Kegiatan tanpa kasih, tanpa makna, hanya seremonial, tumpang tindih antara pelayanan untuk Tuhan yang dijadikan pekerjaan untuk mencari makan. Tetapi tujuan akhirnya adalah menjadi kudus dan tidak bercela. Tidak dicela sebagai self centered, egosentris, hanya untuk in-group, tidak peduli kepada komunitas, semua kegiatan mendirikan menara gading.

Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab. – (Ibrani 4:13)

Tetapi mereka harus memberi pertanggungan jawab kepada Dia, yang telah siap sedia menghakimi orang yang hidup dan yang mati. – (1 Petrus 4:5)

Ketika corona mulai merebak di awal tahun, saya ingat ada aktivis persekutuan kami yang bertanya ke saya bagaimana kelanjutan corona ini, Roh Kudus jawab, “the worst is yet to come.” Ada yang lebih buruk dari corona yang akan menyusul. Belum lagi penglihatan tentang pelbagai bencana, puting beliung, ombak super besar yang bisa dibaca di Pesan & Penglihatan Profetik

Selama kita masih diberi waktu, mari tinggalkan apa yang harus ditinggalkan, lepas apa yang harus dilepas, segera ubah yang harus diubah, agar semua tidak terjadi dengan tiba-tiba menimpa hidup kita.

Itulah sebabnya ia ditimpa kebinasaan dengan tiba-tiba, sesaat saja ia diremukkan tanpa dapat dipulihkan lagi. – (Amsal 6:15)

Siapa bersitegang leher, walaupun telah mendapat teguran, akan sekonyong-konyong diremukkan tanpa dapat dipulihkan lagi. – (Amsal 29:1)