Healthy, Wealthy, Happy

Ini adalah inti dari pemberitaan teologi kemakmuran yang sesat. Persis seperti penipuan-penipuan di medsos tentang uang gaib dan nomer togel 4 digit. Selalu diawali dengan cerita sebelum kenal aki anu atau mbah anu hanya sebagai karyawan biasa, sedang dililit hutang, kemudian kenal aki anu, mbah anu nasib langsung berubah, dapat kiriman uang gaib atau tembus nomer togel 4 digit. Sekarang jadi pengusaha sukses, dengan bukti tumpukan uang atau screenshot sisa saldo milyaran di mesin ATM yang 10.000% merupakan foto editan.

Kalau kita mau jujur maka sebagian besar kesaksian orang ikut Yesus yang kita dengar dan yang kita pribadi ingin alami seperti itu. Sebelum ikut Yesus miskin, melarat, hidup susah, banyak hutang, tinggal di rumah kumuh kecil nyelempit, cuma punya motor atau mobil butut. Setelah ikut Yesus jadi kaya raya, mobil built up berderet, beli rumah mewah di mana-mana,hidup gemah ripah loh jinawi.

Apa bedanya dengan orang ikut suatu jaringan bisnis dan kemudian sukses secara materi? Sejak kapan Injil Keselamatan berubah menjadi Injil Kemakmuran? Di mana ayat Yesus menawarkan pengikutnya senantiasa hepi dengan limpah kekayaan duniawi, semua perjalanan hidup akan berjalan mulus tanpa gangguan apapun?

Sejak merebak virus korona, banyak orang yang sudah puluhan tahun tidak pernah menghubungi tiba-tiba menghubungi kembali minta didoakan. Persentase terbanyak dari yang kena imbas secara ekonomi. Dalam kondisi seperti itupun mereka hanya minta jalan keluar dari tekanan yang sedang dihadapi. Tidak ada yang mau belajar jalan-jalan Tuhan dan berjalan melakoninya. Tuhan hanya disuruh buka jalan karena mereka sedang menghadapi jalan buntu.

Bahkan orang-orang yang menolak firman pengajaran dengan alasan klasik “terlalu keras” sekarang mulai bertanya apa “pesan Tuhan untuk masalah mereka?”. Walau ada kesesakan tidak ada perubahan motivasi dan sikap hati mencari Tuhan. Hanya mencari kenyamanan, kemakmuran dan hidup enak tanpa masalah. Mereka lupa di jaman Yeremia bertanya kepada Tuhan tanpa bertobat hanya akan mendatangkan hukuman belaka. (Yer 23:33).

Slogan-slogan absurd di setiap akhir tahun tentang tahun mendatang sebagai: tahun pemulihan, tahun percepatan, tahun terobosan, tahun promosi, tahun jawaban Tuhan, tahun mujizat, tahun semelekete, sudah saatnya diuji dan dan dibuktikan. Orang-orang yang sudah terbiasa berorasi dengan topik sejenis ini menghilang dari peredaran. Tetapi yang semestinya sudah tuwuk dan muntah mendengar slogan-slogan se-spesies seperti ini, malah tetap hidup dalam halusinasi yang mereka anggap sebagai ujian iman dalam menantikan janji Tuhan. Padahal jelas sekali tidak ada janji yang diklaim sebagai janji Tuhan yang akan tergenapi bila yang menubuatkan/yang menyampaikannya tidak digerakkan oleh Roh Kudus (2 Petrus 1:21-22).

Anak Tuhan harus sukses bidang duniawi, Anak Tuhan harus kaya raya materi, anak Tuhan harus hidup dalam keberhasilan, anak Tuhan harus lebih kaya dari orang dunia, mobil anak Tuhan harus ganti yang semakin mahal tiap tahun, anak Tuhan harus punya rumah mewah, anak Tuhan gaji/penghasilan harus tinggi? Dari mana pengajaran seperti itu?

Apa salah ingin hidup lebih lebih baik, rumah lebih besar, mobil lebih nyaman? Tidak ada yang salah dengan itu! Kita mesti juga punya keinginan untuk mencapai hal-hal yang lebih baik dalam hidup kita. Karena kalau tidak punya kerinduan memperbaiki kehidupan maka kita akan jadi pemalas, penganut aliran fatalisme (kalau memang ditentukan kaya oleh Tuhan maka tanpa kerja, usaha akan jadi kaya. Kalau ditakdirkan miskin oleh Tuhan, maka kerja sekeras dan serajin apapun akan tetap miskin). Firman Tuhan tidak mengajarkan kita percaya nasib, bahkan sejak di kitab Kejadian (Kejadian 27:39-40).Kerja keras bisa merubah keadaaan!

Paradox dengan pengajaran yang paling populer saat ini :

  • Mau lebih diberkati ? Beri lebih banyak
  • Mau lebih kaya? Perpuluhan
  • Mau lebih makmur? Tabur lebih banyak.

Ishak tidak mengajar Esau hal-hal seperti itu. Ia menanamkan hal yang benar—mengubah keadaan lewat kerja keras. Dan terbukti ketika Esau dan Yakub bertemu kembali, Esau juga kaya raya seperti Yakub (Kejadian 33:9). Apakah setelah mendapat berkat hak sulung hidup Yakub menjadi lebih mudah, lebih nyaman, dan semua diraih dengan mudah? Justru hidup Esau lebih mudah, dibandingkan perjalan hidup Yakub yang sampai masa tuapun masih mengalami penderitaan; anak perempuannya, Dina, mengalami bencana, kehilangan dan kesedihan karena kematian Yusuf. Kemalangan orang benar banyak kata Firman Tuhan (Mazmur 34:20). Bisa jadi kalau kehidupan kita terlalu mulus, tanpa riak gelombang karena kita termasuk orang fasik.

Terus salahnya di mana? Setelah menjadi anak Tuhan, justru kita menjadi anak manja, rapuh, malas, liar dan tidak tahu diri. Kita tidak mau kerja keras, semua yang ingin kita capai maunya didapatkan dengan mudah dan cepat. Padahal Tuhan menghargakan kesabaran dan ketekunan. Kalau ada kesulitan kita segera tengking, hancurkan dengan doa, itu ngawur bossku. Justru Tuhan mengerjakan banyak hal dalam hidup kita melalui kesengsaraan (Roma 5:3-5).Tidak usah iri kepada orang lain yang lebih sukses, sementara kita merasa kita lebih layak dari orang itu untuk sukses (Mazmur 73:1-13).

Pengkhotbah, pemimpin yang menjadikan kalimat-kalimat manis seperti ini sebenarnya sedang menelanjangi motivasi dan isi hatinya sendiri. Karena apa yang keluar dari mulut berasal dari hati (Matius 15:18). Melayani bukan untuk menyenangkan Tuhan tetapi memakai pelayanan sebagai batu loncatan untuk mencapai obsesi mereka sendiri untuk menjadi kaya raya. Bukan menjadi alat Tuhan, tetapi pelayanan adalah alat mencapai ketamakan pribadi dan membangun kerajaan mereka dan keluarganya. Jemaat tidak dipersiapkan sebagai mempelai, tapi hanya dikhotbahi tema-tema yang membelai-belai mereka sehingga lalai jadi pelaku firman.

Perubahan akal budi/perspektif/paradigma membuat kita bisa melihat segala kondisi dan situasi dengan lebih jernih dan mengambil pelajaran dari kondisi yang paling buruk sekalipun. Entah corona, corolla, inova, lexus, ferrari dan lambo, tidak akan menghilangkan sukacita dan menghilangkan ucapan syukur dari hati dan mulut kita. Keadaan yang lebih berat menyadarkan kita untuk lebih dekat kepada Tuhan, mengijinkan Dia mengatur langkah-langkah hidup kita, hidup lebih hati-hati dan berhikmat.

Badai pasti berlalu dan badai baru akan datang.