Etos Kerja Orang Percaya

Ada pengusaha yang meminta pendapat saya bagaimana dia harus menyikapi karyawan kepercayaannya yang tidak kembali bekerja hampir satu bulan setelah ijin cutinya habis. Tidak ada permberitahuan atau permakluman yang diberikan karyawan itu—entah kepada teman kantor atau kepadanya. Ditelpon berhari-hari tidak diangkat, dihubungi lewat aplikasi WA tidak ada balasan walau jelas handphonenya aktif, padahal ada tugas-tugas yang diserahkan kepadanya sebelum dia cuti yang harus segera ditindak-lanjuti.

Setelah lewat beberapa minggu barulah dia mengirim WA kepada atasannya bahwa dia sedang sibuk dengan urusan lain dan tidak mau terganggu konsentrasinya, sehingga dia tidak mengangkat telpon atau membalas pesan lewat WA. Dia katakan dia akan segera kembali bekerja dengan menyebutkan satu tanggal tertentu. Woooouuuuwwwww. Ini asli karyawan rasa big boss.

Saya ingatkan kepada pengusaha ini di UU Ketenagakerjaan ada pasal tentang mangkir kerja tanpa keterangan dan alasan yang jelas dalam waktu tertentu bisa dianggap sebagai tindakan pengunduran diri. Saya juga cerita pengalaman saya waktu mengelola beberapa hotel ada peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan dengan karyawan seiman. Sedang yang tidak seiman justru lebih hormat dan segan kepada saya sebagai atasan mereka. Justru yang seiman karena mungkin kebanyakan nyanyi Dalam Kristus Kita Bersaudara, lupa bahwa saya adalah atasan mereka. Bahkan pernah ada yang berbicara kasar kepada saya di depan para karyawan lain memprotes sesuatu yang saya tidak tahu, karena tidak ada laporan dari supervisor atau restaurant manager ke saya. Sikap, dan kata-katanya sangat tidak pantas kepada saya sebagai general manager.

Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. – (Kolose 3:23)

Selama hampir 300 tahun sejarah awal gereja mencatat Kekristenan tidak membedakan antara rohaniwan dan kaum awam alias tidak ada pekerjaan sekuler dan pekerjaan rohani. Tetapi kemudian pada sekitar tahun 300 Masehi ketika Kekristenan menjadi agama negara kekaisaran Romawi, dilakukan pemisahan itu. Tetapi firman Tuhan dengan jelas tidak menyebutkan ada pemisahan seperti itu karena semua kita adalah imamat rajani.

Dari sini kita bisa mengambil banyak sekali pengajaran apapun profesi dan posisi kita—karyawan, pengusaha, ibu rumah tangga, pelayan Tuhan dll—yang pertama kerjakan dengan sepenuh hati. Tidak ada sesuatu yang dilakukan setengah hati yang bisa berhasil. Karena akan mudah patah arang, hilang semangat dan menyerah. Melakukan sesuatu dengan sepenuh hati berarti menikmati tugas/pekerjaan itu dengan senang hati, sehingga kita mau melakukan dan memberikan yang terbaik. Cepat atau lambat kita akan menuai hasil, entah dari Tuhan atau dari manusia. Sebaliknya bila menganggapnya sebagai beban berat atau suatu hukuman, kita tidak ada rela melakukan yang terbaik, kita hanya akan melakukan semua dengan standar yang minimal dan biasa saja. Akibatnya tentu saja akan berbalik kepada kita sendiri, promosi dari manusia dan Tuhan akan tertunda bahkan hilang.

Melakukan sesuatu seperti untuk Tuhan—sebagai karyawan kita mesti memberikan performance terbaik, dan percaya dan berharap kepada Tuhan. Mungkin atasan, pemimpin, boss, tidak melihatnya, atau tidak memberi reward yang sesuai, tetapi mata Tuhan tidak pernah tidur (Mazmur 121:4).

Sebagai freelance tour guide, dengan status junior di perusahaan, saya sangat sering mendapat bagian tugas yang dihindari dan ditolak oleh yang lebih senior di perusahaan. Saya sangat sering kebagian memimpin sightseeing yang “kering” dan melelahkan, seperti Singaraja Tour. Tournya panjang dan tidak ada kesempatan mendapat uang tambahan dari komisi-komisi dari belanja tamu. Bayangkan bila tamunya menginap di Nusa Dua di ujung selatan Bali, tournya ke Singaraja, ujung utara Bali. Berbeda dengan Kintamani Tour yang jaraknya lebih pendek dengan banyak stop mulai dari nonton tari Barong, stop di pusat-pusat kerajinan; Desa Celuk kerajinan perak, desa Mas seni ukir kayu, Ubud pusat seni lukis, dekat Gua Gajah pusat kerajinan bebek kayu, pulangnya masih ada kesempatan mampir di Tohpati toko batik. Ini full day tour yang paling basah buat kami.

Sangat sering setelah full day tour yang kering ketika balik kantor untuk mengambil sepeda motor untuk pulang, di stang motor saya sudah di staples Guide Order untuk tugas transfer in Qantas malam itu juga. Di masa itu Qantas dari Sydney, Melbourne mendarat di Ngurah Rai sekitar jam 23.40 malam. Jadi pulang mandi dan istirahat sebentar kemudian balik kantor ketemu supir dan berangkat ke airport untuk tugas transfer in. Transfer ini adalah bagian dari land arrangement meet and greet wisatawan yang datang kemudian mengantar mereka ke hotel yang sesuai land arrangement mereka. Guide fee yang kami terima untuk transfer ini tamu FIT waktu itu Rp3.500-Rp6.000 dan untuk GIT Rp7.500-Rp12.000. Yang jadi masalah di masa itu perusahaan penerbangan Qantas sering mengalami labour strike (pemogokan karyawan). Pernah penerbangan yang dijadwal mendarat (ETA=expected time of arrival) 23.40 kami tunggu sampai jam 01.00 di flight information display hanya tertulis UFN (Until Further Notice) baru kemudian ditulis delayed, dan mendarat keesokan siangnya. Untuk tugas seperti itu kami tidak mendapat guide fee tambahan, tetap dihitung 1 kali trasfer ini walau kami harus bolak balik ke bandara 2 kali.

Kalaupun ada grup yang ditugaskan untuk saya tangani, land arrangementnya hanya sebatas transfer in and transfer out. Tidak ada program sightseeingnya, sehingga di bus saya harus membuat suggestion untuk meyakinkan mereka untuk membeli optional tours dan sightseeings. Kalau dilihat, terlalu banyak turis Australia yang sudah menganggap Bali sebagai second home, dan terlalu banyak yang sudah ke Bali berkali-kali, sehingga harapan menjual optional tour sangat kecil. Tetapi sesuai firman, selama dilakukan sepenuh hati, banyak mujizat. Dari satu bus yang saya jemput, sering lebih dari 75% yang akhirnya booking dan beli sightseeing. Dan dari yang beli optional tour sering lebih dari setengahnya membeli sightseeing yang lain.

Satu tahun bekerja, saya diangkat menjadi kepala divisi Amerika dan Airlines, divisi yang paling basah di perusahaan. Karena turis Amerika terkenal buying power dan budaya tippingnya, mereka rata-rata menginap di hotel bintang 5 yang mahal. Divisi airlines menangani penumpang dari penerbangan Singapore Airline, Cathay Pacific, Thai Airways, Tradewind (yang kemudian jadi Silk Air) dan beberapa penerbangan lain. Di jaman itu Cathay Pacific adalah perusahaan penerbangan terbaik dunia, sebelum posisinya diambil oleh Singapore Airline. Dari freelance tour guide lompat naik jadi kepala divisi paling keren dan paling basah, tanpa melalui jenjang staff tour guide dulu. Beberapa waktu lalu saya sempat mengunjungi mantan atasan saya waktu di Bali, dan kata-kata yang masih sangat berbekas di hati saya dia katakan; “Hendra, dulu kamu yang rekor paling banyak jual optional tour.” Kata-kata yang sangat menghibur bahwa saya pernah punya prestasi yang baik, di tengah proses peremukan, pemurnian dan pembentukan yang saya alami.

Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. – (Matius 5:41)

Sebagai pekerja dimanapun kita berkarya akan selalu dituntut memiliki performance yang baik. Dan ayat di atas mengajar kita untuk memberikan prestasi melebihi yang diminta. Walau sangat sering prestasi dan performance terbaik yang kita berikan tidak segaris lurus dengan renumerasi yang kita dapatkan. Target naik terus tetapi gaji, komisi, sering tinggal tetap. Tetapi kalau kita tetap lakukan pekerjaan dengan sepenuh hati, maka Tuhan selalu punya cara untuk memberkati kita. Jadi tetaplah memberikan yang terbaik, walau atasan kita tidak peduli, dan hanya bisa marah-marah, tetap ingat Tuhan selalu peduli dan Dia pemurah.

Mungkin pembaca masih ingat cerita saya ketika saya diundang pelayanan ke satu kota. Waktu ketemu sesama pelayan ada yang tanya minggu depan jadwal saya ke mana. Saya jawab ke kota Anu. Dia cerita; “Dulu saya diundang ke sana biaya transportasi saja tidak kembali. Ada yang pelayanan di sana persembahan super minim, pelit-pelit semua.” Saya tetap berangkat dengan sukacita, dan waktu pulang bagasi mobil penuh dengan segala macam oleh-oleh. Koq beda? Motivasi tidak murni malah tidak dapat money—motivasi dan harapan ke Tuhan tidak pernah mengecewakan. Pelayan harus berharap ke Tuhan bukan ke orang yang dilayani. Pekerja yang tidak memikirkan upah, nego upah, hanya bekerja 1 jam, malah menerima sama dengan pekerja yang bekerja seharian penuh (Matius 20:1-16).

Dari kisah tentang pekerja kebun anggur ini, kita bisa melihat motivasi dan mental tawar menawar, sepakat upah dulu baru kerja, justru tidak mendapatkan belas kasihan dan kemurahan. Tetapi yang kerja tanpa menanyakan upah, tanpa kesepakatan besaran upah, justru mendapat belas kasihan dan kemurahan yang luar biasa. Saat kita motivasinya upah materi, kita justru mendapat sedikit. Hitung-hitungan dengan Tuhan maka Tuhan juga akan hitung-hitungan dengan kita (Mazmur 62:13b).

Di awal tahun 2000 saya banyak jadwal masuk pelosok dan pedalaman Sumatera dan Kalimantan. Jaman itu hp saya masih nokia 5110 yang bisa dipakai menyelamatkan kita bisa dikejar anjing galak dan antenanya bisa dipake ngupil. Masalah kalau pelayanan di Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, adalah begitu ferry meninggalkan pelabuhan Merak sekitar 30 menit, maka hp saya akan kehilangan sinyal sampai saya masuk ke Tanjung Karang, Lampung karena operator yang saya pakai waktu itu sinyal hanya ada di kota-kota besarnya. Saya ingin punya hp satu lagi supaya bisa pakai kartu operator lain yang ada jaringan sampai ke pelosok Sumatera. Setelah keliling pelayanan ke Gisting, Liwa dan pelosok belukar yang saya lupa namanya, waktu balik ke Tanjung Karang ada yang telpon saya menginformasikan ada pengusaha sarang burung yang pernah saya doakan rumah burungnya mau memberkati saya hp baru. Saya disuruh pilih hp nokia 8110 atau nokia 8250. Saya tanya yang lebih mahal yang mana, dijawab nokia 8250 hp pertama warna biru. Yang biru cuma lampunya, layar tetap hitam putih. Saya pilih nokia 8250. Dan hp itu diantarkan ke tempat saya menginap masih segel dus. Sebuah lompatan besar dari hp sebesar bata ke hp yang kecil mungil jaman itu. Tidak ada yang tahu saya butuh 1 hp lagi, dan dalam pelayanan firman tidak pernah saya pakai iman bisik-bisik untuk minta hp secara halus dengan menceritakannya dari mimbar. Tetapi Tuhan tahu kebutuhan saya, dan Dia memberikanNya. Jadi tempat pelayanan, siapa yang dilayani tidak menjadi penghalang berkat Tuhan kepada kita. Yang penting bagaimana kita menempatkan diri dalam pelayanan di hadapan Dia.

Sebagai pengusaha, atasan, pemimpin, kedudukan, posisi kita harus digunakan sesuai Firman Tuhan, tidak bersikap kejam, pelit memeras, tidak adil kepada bawahan. Memberi upah yang layak, suasana yang nyaman bagi bawahan. Karena semua dilakukan untuk Tuhan. Jadi tidak berlaku boss makin kaya, karyawan tetap melarat. Bila boss makin kaya, karyawan juga harus makin sejahtera. Bukan boss makin kaya karyawan malah makin ngenes.

Kolose 4:1 : Hai tuan-tuan, berlakulah adil dan jujur terhadap hambamu; ingatlah, kamu juga mempunyai tuan di sorga.
Colose 4:1 :KJV : Masters, give unto your servants that which is just and equal; knowing that ye also have a Master in heaven.
Colose 4:1 The Message : And masters, treat your servants considerately. Be fair with them. Don’t forget for a minute that you, too, serve a Master–God in heaven.
Colose 4:1 NIV : And masters, treat your servants considerately. Be fair with them. Don’t forget for a minute that you, too, serve a Master–God in heaven.

Kata yang diterjemahkan adil berasal dari kata dikaios yang berarti sejajar, persamaan dalam karakter dan tindakan, layak, sesuai,berkeadilan. Walau secara fakta karyawan, pekerja lebih lemah secara ekonomi dari pengusaha, pemberi kerja/boss, tetapi dalam melakukan tugas mereka sejajar dengan tuannya, sama-sama mengerjakan tugas masing-masing. Mereka menerima upah dari pekerjaan yang mereka lakukan, itu bukan sedekah atau derma dari tuannya. Karena tanpa mereka para tuan tidak mungkin bisa mengerjakan semua sendiri dan pasti segera mati kelelahan. Boss ingin kaya, ya sama, karyawan juga ingin lebih sejahtera. Boss kuatir dan takut kekurangan, apalagi pekerja yang sudah tuwuk dengan kesusahan dan kekurangan. Jadi perlakukan dan berikan hak mereka dengan dasar memperlakukan mereka sejajar dengan kita sebagai manusia yang ingin hidup layak, dan makin baik. Mereka bukan alien dari planet antah berantah yang berjarak 100 juta tahun cahaya dari bumi sehingga berbeda dari kita, yang ingin hidup layak. Jauhi pemerasan dan usahakan juga kesejahteraan mereka.

Dan kata jujur di ayat ini berasal dari kata isotes yang berarti kesamaan, kemiripan dalam kondisi dan proporsi. Boss sekali makan di restoran abis beberapa juta, pekerja gaji sebulan sama dengan pengeluaran boss makan 1 kali. Betapa paradox, kontras dan timpang sekali. Karyawan dijemput bus butut jaman tahun 70, non ac, mogok-an, busa jok sudah super tipis setipis dompet mereka. Sedang koleksi mobil boss satunya senilai puluhan milyar. Ada persamaan kondisi antara tuan dan pekerjanya? Ada om! Mana ada? Ada, sama-sama akan mati! Weleh. Duduk iku maksutku cuk. Firman Tuhan tidak hanya mengajarkan kita untuk pergi ibadah dan kumpul-kumpul, tetapi juga bersikap dan berkelakuan yang benar—entah sebagai pekerja, bawahan, orang gajian, atau tuan, pengusaha, pemberi kerja, atasan, boss. Ini juga berlaku terhadap para pemimpin rumah ibadat terhadap fulltimer, pengerjanya.

Hampir 2000 tahun sebelum kita mengenal Hubungan Industrial Pancasila, Alkitab sudah mengajarkan hubungan industrial yang luar biasa. Firman Tuhan adalah perintah, aturan hukum yang harus dikerjakan dan ditaati semua orang percaya. Pengajaran seperti ini pasti sangat jarang disinggung di mimbar karena takut orang kaya tersinggung (domba tambun dan domba sembelihan minggat) dan membiarkan orang miskin (domba kurus tinggal tulang, penyakitan ) menderita ketidak-adilan. Yang diumbar beri, tabur, makin banyak nabur akan makin banyak nuai.

apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya. – (Mazmur 6211b)

Ada kecenderungan orang kaya makin irit dan makin pelit. Buat orang miskin uang satu juta rupiah ya nilainya satu juta rupiah. Tetapi kadang orang kaya yang memberi uang satu juta menganggap uang itu jadi bernilai ratusan juta bagi si penerima. Seakan si penerima orang yang super melarat tidak pernah lihat uang sejuta rupiah, sehingga si pemberi beranggapan si penerima akan kaget, gemetaran, terharu dan berlutut menerima uang segitu. Ampun dah.

Orang pelit akan punya dua sisi kehidupan yang bertolak belakang. Di satu sisi dia tamak dan selalu merasa belum cukup, berapapun asset yang sudah dia miliki. Di sisi lain dia akan menggangap secuil pemberiannya sudah sangat banyak, bahkan sudah sangat berlebihan bagi orang lain.

Sebagai hamba Tuhan saya sangat sering bertemu dengan orang-orang dari spesies ini. Ada yang beri saya beberapa ratus ribu rupiah dengan pesan; “Pak tolong dipakai dengan baik dan bijaksana ya.” Lha, beberapa ratus ribu mau dipakai sebijaksana apa? Kecuali di tahun 50an nilai segitu memang sangat besar. Jaman sekarang jumlah segitu tidak cukup beli 1 porsi steak full slab baby back rib di Tony Roma’s. Tidak dapat setengah porsi steak di Plachutta, di belakang katedral St. Stephen di Wina. Tidak juga cukup beli 1 porsi rib eye steak di Oaks Hotel, atau di Hurricane’s Grill, Sydney. Bahkan iga babi panggang om Bai di Baun, Kupang pun tidak akan dapat satu porsi. Koq ini malah jadi bahas wisata kuliner. Tapi ya hamba Tuhan juga manusia, mosok disuruh pelayanan terus tanpa refreshing. Di sela pelayanan juga perlu diajak wisata kuliner menikmati masakan-masakan yang enak, karena dia setiap saat dibutuhkan dan ditemui orang-orang yang hidupnya sedang tidak enak, dan berharap setelah didoakan hidup jadi lebih enak.

Sudah sekian dulu. Tetap lakukan dan berikan yang terbaik.

Memimpin Tur di Bali

Memimpin Tur di Bali

Di Sydney

Di Sydney