Business as Usual

Kalender harian tahun 2021 di dinding rumah kami sudah semakin tipis, sisa belasan lembar lagi. Karena disobek setiap hari, biasanya beberapa bulan sekali sisa sobekan bagian atas saya lepas dan hanya menyisakan lembaran yang belum berlalu. Jadi dengan berlalunya hari, kalender yang tebal itu jadi semakin tipis dan akan habis pada 31 Desember dan diganti lagi dengan kalender harian untuk tahun yang baru yang tentu saja masih utuh tebal. Hari datang dan pergi, matahari terbit dan tenggelam, detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, hari berlalu menjadi minggu, minggu menjadi bulan, bulan menjadi tahun.

Kalender harian bisa menjadi semakin tipis, tersisa sedikit kemudian habis sejalan dengan waktu dan harus diganti dengan lembaran yang baru. Masalahnya adalah hari yang berlalu tidak membawa pergi masalah yang mendera, hari terus berjalan tapi hidup tetap jalan di tempat. Lembar kalender harian berlalu dan baru setiap hari, tetapi lembaran hidup terasa tetap usang dan jauh dari lembaran baru yang menyegarkan jiwa. Waktu terus berlalu, problem dan pergumulan masih beratnya terlalu. Sudah beribadah, sudah berdoa, sudah percaya, sudah menanti janji Tuhan, sudah mau berubah, sudah menabur, sudah menerima aneka macam tumpang tangan, sudah menerima aneka nubuat, sudah hadir dalam aneka ibadah yang menjanjikan terobosan, percepatan, promosi, bahkan sudah menerima urapan TERASI (terobosan, percepatan dan promosi), rasanya semua yang jadi bagian kita sudah kita kerjakan. Tetapi semua belum berubah, belum ada titik terang, belum ada jawaban, belum ada jalan keluar, belum ada penyelesaian, belum ada kelegaan, belum ada penggenapan janji Tuhan. Lha, salahnya di mana? Siapa yang salah? Rasanya aku sudah lakukan semua bagianku, tetapi koq tidak terjadi seperti yang kuharapkan? Mau menyalahkan Tuhan, takut dihajar. Tapi di hati kecil berkata, “Apa memang Dia peduli kepadaKu?” Apakah Dia masih mengasihi aku? Katanya pencobaaan tidak melebihi kekuatan, lha ini sudah geblak bolak balik, walau doyan makan seblak, titik terang entah masih di mana. Andai jawaban bisa ditemukan dengan menuruti petunjuk jalan Google Map.

Kita tahu ujian paling berat bukanlah ujian kurang pangan, kurang uang, kurang sehat, kurang rukun dan pengertian, kurang kemesraan suami istri, tetapi kurang sabar.

agar kamu jangan menjadi lamban, tetapi menjadi penurut-penurut mereka yang oleh iman dan kesabaran mendapat bagian dalam apa yang dijanjikan Allah. – (Ibrani 6:12)

Kita melihat dengan jelas, iman saja tidak cukup, percaya Tuhan sanggup genapi janjiNya, percaya Tuhan mampu laksanakan semua rencanaNya, percaya Tuhan tidak pernah terlambat.

Iman kita sering kali anggap seperti remote control untuk mengatur Tuhan, padahal orang beriman adalah orang yang bersedia dan rela diatur Tuhan, bukan sebaliknya. Sering kita memiliki mindset yang salah, bahwa dengan iman kita bisa mengendalikan Tuhan, sehingga Ia akan bertindak sesuai semua keinginan dan kehendak kita. Kita sering memperkatakan/proklamasikan firman dengan motif yang patut dipertanyakan. Kita perkatakan untuk membangkitkan iman, melawan intimidasi kuasa gelap. Tetapi memperkatakan firman bukanlah seperti merapal mantera agar yang kita mau terjadi. Semua tetap tergantung kepada Tuhan dan kehendakNya yang sempurna. Ingat, setinggi apapun iman kita, tidak membuat kita mampu melakukan segala sesuatu untuk mendapatkan semua keinginan kita, terlepas dari pimpinan Roh Kudus. Ini tanpa disadari bisa menjadi praktek sihir, entah dalam bentuk sugesti ataupun visualisasi.

Dalam pelayanan di pulau Timor belasan tahun lalu saya ingat satu peristiwa. Waktu itu saya menginap di rumah bapak Ferdi Tanoni, pendiri LSM Masyarakat Peduli Timor Barat. Malam itu saya diajak pelayanan ke satu keluarga dekat hotel Sasando. Ada beberapa anggota keluarga ini yang meninggal karena penyakit aneh yang didahului bengkak di dada kiri, kemudian lumpuh dan meninggal. Malam itu kami mengunjungi keluarga itu, anak gadis remaja nya sudah lumpuh 6 tahun karena kedua lututnya sudah membengkak besar dan kaki tidak bisa digerakkan. Kakak laki anak perempuan ini juga dada kirinya mulai membengkak yang akan berakhir lumpuh dan membawa kematian seperti yang sudah dialami beberapa keluarga mereka. Saya tanya apa diagnose medis penyakit ini, mereka sampaikan bahwa ini katanya rematik jantung. Waktu kami berdoa saya mendengar Roh Kudus katakan; “Suanggi.” Saya tanya ke yang ikut doa apa arti suanggi, mereka katakan roh jahat atau sihir. Kemudian kami berdoa lagi dan Roh Kudus perintahkan kelilingi rumah itu tiga kali. Pada kali yang ketika Roh Kudus suruh injak satu batu yang ada di sisi timur rumah itu (daerah itu berbatu-batu), tetapi ada satu batu tertentu yang disuruh injak. Jadi kami berdiri di atas batu itu dan menghardik suanggi dan memerintahnya untuk melepaskan keluarga ini dan pergi dari tempat itu. Paginya saya mendengar kabar dari pak Ferdi bahwa anak perempuan itu sudah bisa mengambil air yang jaraknya satu kilometer lebih dari rumahnya dan bengkak di dada kiri kakaknya sudah menghilang. Beberapa waktu kemudian saya pelayanan lagi di Pulau Timor, di tempat yang sama ada seorang ibu yang membawa seorang anaknya yang kena polio minta didoakan. Tidak ada petunjuk apapun dari Roh Kudus tentang penyakit anak itu, dan tidak ada mujizat yang terjadi.

Sekalipun kita diperlengkapi karunia, pengoperasian karunia-karunia itu tetap bergantung kepada kehendak Tuhan dan otoritasnya. Ini berarti seseorang tidak bisa bebas memakai karunia-karunia sekehendak hatinya.

Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku. – (Yohanes 15:4)

Iman harus disertai kesabaran untuk mendapatkan apa yang dijanjikan. Kalau beriman tapi kurang sabar, itu artinya ingin memperhamba Tuhan. Tapi sabar tanpa iman itu namanya pengikut aliran fatalisme (berserah dan percaya nasib saja).

Lha sudah sekian tahun menderita dan tetap berharap dan menunggu pertolongan Tuhan tapi masih dianggap kurang sabar? Yang benar saja! Masih kurang sabar apalagi? Aku bukan Tuhan lho, aku sabar ada batasnya.

Hmmm.

Jadi Sarai, isteri Abram itu, mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, –yakni ketika Abram telah sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan–,lalu memberikannya kepada Abram, suaminya, untuk menjadi isterinya. – (Kejadian 16:3)

Perhatikan kata sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan dan hubungkan dengan janji Tuhan di Kejadian 12:1-2 ini:

Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: “Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.

Abraham sudah meninggalkan semua kemewahan dan kenyamanan hidup di Ur Kasdim. Rumah bak istana dengan 60 kamar, jabatan yang tinggi karena ayahnya adalah tangan kanan Nimrod. (Baca: Book of Jasher). Dari sini kita bisa mengerti mengapa dengan mudah Abraham menang dalam peperangan melawan empat raja untuk membebaskan Lot. Walau dalam segala kemewahan dia mau meninggalkan semua dan masuk ke dalam rencana Tuhan. Dan dia sudah sampai di tanah yang dijanjikan Tuhan, tetapi 10 tahun tinggal di Kanaan, janji Tuhan masih tetap berupa janji.

Beda dengan orang jaman sekarang, dari tidak punya apa-apa, mau taat supaya diberi segala sesuatu. Ketika makmur, mana mau taat? Dengar firman pengajaran langsung tidak nyaman, tersinggung, dan bikin resolusi supaya pembicara yang singgung-singgung dosa tidak boleh diundang lagi. Dan pemimpin yang hamba uang akan langsung menuruti—lebih baik mengesampingkan Tuhan daripada kehilangan jemaat kaya, karena realitanya Tuhan tidak pernah kirim uang lewat malaikat, tetapi jemaat kaya sering kasih uang. Ada masalah cari pendoa, bukan berdoa. Segala hal bisa diwakilkan ke orang lain—yang tidak boleh diwakilkan hanya dalam hal menerima dan menikmati berkat materi duniawi saja. Hal-hal rohani surgawi semua diwakilkan saja, tinggal kasih sedikit duit ke mereka, terima beres.

Waduh koq prinsipnya gitu ya?

Fakta itu, dik.

Banyak orang berduit merasa semua bisa diwakilkan ke pendoa professional, karena itu tugas para pelayan Tuhan. Tugas orang kaya cuma cari dan kumpulkan harta duniawi, kalau ada masalah cukup telpon pelayan Tuhan/pendoa dan kasih duit ala kadar, suruh mereka yang pergumulkan kepada Tuhan, yang kasih duit tinggal ongkang-ongkang tunggu dan terima beres.

Parah, ya?
Yes, absolutely terrible.

Maka orang yang peka akan suara Tuhan harus tetap waspada untuk tidak terjatuh dalam jebakan ini. Tidak semua orang perlu didukung doa, terlepas dari strata sosial mereka. Tapi cari kehendak dan pesan Tuhan buat mereka, entah berupa teguran, peringatan, perintah atau penyingkapan lain, bukan hanya menerima pesanan beban doa mereka, terus menghadap Tuhan dan memohon Tuhan agar menjawab pesanan doa itu. Kenapa Tuhan harus menjawab pesanan doa itu? Bisa-bisa ada mental calo yang tersembunyi. Kalau pesanan itu dijawab Tuhan, akan dapat angpao/komisi lebih banyak dan akan dapat promo gratis dari si penitip pesan—bahwa kalau pakai jasa calo doa ini, pasti terjawab.

Ingat, kita pelayan Tuhan, sekalipun kita melayani jemaat, kita melayani sesuai keinginan Tuhan, bukan menuruti keinginan jemaat dan memaksa Tuhan mengabulkan pesanan jemaat agar dapat lebih banyak cipratan berkat materi. Hamba Tuhan diupah oleh Tuhan, tugasnya melakukan kehendak Tuhan, bukan diupah jemaat untuk memaksa Tuhan. Kita adalah alat di tangan Tuhan, bukan memperalat Tuhan. Ada hasil instan ketika kita menuruti keinginan jemaat, tetapi ada hukuman kekal yang menunggu. Ada akibat instan ketika kita mentaati Tuhan dalam melayani, tetapi ada upah kekal yang menanti.

Lha, yang kekal baru nanti kita terima setelah mati, sedang hidup ini setiap hari banyak kebutuhan dan keperluan om! Pakai otaklah om, jangan nekad ndak karuan, bisa amsiong lho.

Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus. – (Filipi 4:19)

Saya ingat tahun 2002 Roh Kudus membawa saya bergerak masuk ke dalam pelayanan yang berbeda dari sebelumnya. Saya disuruh berhenti bernubuat dan mulai fokus mendewasakan orang percaya. Akibatnya bisa dibayangkan; orang yang sudah terbiasa antri berbaris di setiap ibadah mencari nubuat menjadi kecewa dan marah. Sekalipun nubuatan dari Tuhan, tetapi cara kegenapannya tidaklah seperti yang orang pikirkan. Nubuat pribadi yang menyingkapkan rencana Tuhan kepada orang tertentu tidak bisa hanya dimengerti sebagai janji untuk diberi/diangkat/dipromosikan semata. Itu hasil akhirnya, tetapi proses dan jalan yang harus dilalui untuk membuat semua jadi tergenapi tidak disingkapkan dengan jelas.

Alkitab sudah memberi pengajaran yang demikian banyak tentang jalan panjang, menyakitkan dan lama yang harus dilalui agar semuanya tergenapi. Abraham harus melewati banyak keadaan yang tidak nyaman dan menunggu 25 tahun sampai apa yang dijanjikan terjadi. Yusuf harus banyak menderita sampai mimpi dari Tuhan menjadi kenyataan, Daud harus menghadapi banyak peperangan dan dikejar Saul bertahun-tahun sebelum janji Tuhan atasnya tergenapi dan banyak yang lain lagi.

Dengan mengerti hal-hal ini maka orang mestinya ada rasa takut menerima nubuat pribadi, karena itu akan menunggang-balikkan hidupnya. Tetapi orang-orang yang hanya mengerti nubuat sebagai janji manis angin surga dari Tuhan, tanpa mengerti konsekuensi dan apa yang akan terjadi ketika orang masuk ke dalam rencana Tuhan, akan terus mengejar nubuat. Dipikir nubuat sejenis gwa mia meramal nasib akan segera hidup makmur, kaya raya, terkenal, jadi sosialita minimal kelas nasional dalam waktu sekejap. Weleh otaknya koq cuma mikir duniawi ya, padahal ngakunya manusia surgawi? Salah pola asuh, salah didik, salah pendidik dan salah kurikulum juga bisa jadi penyebabnya.

Ketika saya mulai menanam pohon anggur, saya jadi lebih mengerti tentang pengajaran Tuhan Yesus tentang pohon anggur. Sekalipun kita dicangkokan ke pokok anggur, metode cangkok akan membuat tanaman lebih cepat berbuah daripada bila ditanam dari biji. Masalahnya, pohon anggur harus diberi penunjang agar pertumbuhannya bisa terus merambat ke atas. Tanpa itu pertumbuhannya justru akan membuat cabang dan daun baru akan menunduk ke tanah dan akan busuk.

Orang percaya untuk tumbuh perlu tuntunan agar lurus ke atas bukan tumbuh sembarangan yang akan merunduk ke tanah dan jadi busuk. Perlu pengajaran yang benar, bukan cuma janji-janji firman—bila tumbuhnya salah justru jadi busuk. Salah pengajaran membuat mereka bukan jadi pengikut Tuhan, tapi maunya terus dituruti Tuhan. Salah persepsi membuat mereka bukan hidup untuk Tuhan, tetapi Tuhan disuruh melakukan kehendak mereka. Mereka bukan jadi pintar tapi jadi keminter.

Abraham sudah tinggal di Kanaan sepuluh tahun, tetapi tidak ada tanda janji Tuhan akan segera tergenapi. Dia sudah meninggalkan semua kenikmatan, kenyamanan hidup dan kedudukannya sebagai anak dari Terah yang adalah tangan kanan dari Nimrod. Meninggalkan rumah bak istana untuk tinggal di kemah seumur hidupnya. Beda ya dengan pengertian dan harapan manusia jaman sekarang—ikut Tuhan miskin jadi kaya, kere jadi konglomerat, nobody jadi somebody, from zero to hero, dari hidup soro jadi kaya royo. Ayo, otaknya diservis, koq, korslet parah semua. Install program yang benar, supaya sesuai dengan firman Tuhan, jangan malah yang diinstall virus dan malware yang bikin hardware, OS dan data rusak semua. Sudah ngeh, ya?

Sebab mereka itu suatu bangsa pemberontak, anak-anak yang suka bohong ,anak-anak yang enggan mendengar akan pengajaran TUHAN; yang mengatakan kepada para tukang tilik: “Jangan menilik,” dan kepada para pelihat: “Janganlah lihat bagi kami hal-hal yang benar, tetapi katakanlah kepada kami hal-hal yang manis, lihatlah bagi kami hal-hal yang semu – menyisihlah dari jalan dan ambillah jalan lain, janganlah susahi kami dengan Yang Mahakudus, Allah Israel. “Sebab itu beginilah firman Yang Mahakudus, Allah Israel: “Oleh karena kamu menolak firman ini, dan mempercayakan diri kepada orang-orang pemeras dan yang berlaku serong dan bersandar kepadanya, sebab itu bagimu dosa ini akan seperti pecahan tembok yang mau jatuh, tersembul ke luar pada tembok yang tinggi, yang kehancurannya datang dengan tiba-tiba, dalam sekejap mata, seperti kehancuran tempayan tukang periuk yang diremukkan dengan tidak kenal sayang, sehingga di antara remukannya tiada terdapat satu kepingpun yang dapat dipakai untuk mengambil api dari dalam tungku atau mencedok air dari dalam bak.” – (Yesaya 30:9-15)

Ayat di atas sangat menarik kalau kita perhatikan dengan teliti. Orang-orang yang menolak pengajaran yang benar, pastilah orang yang suka hal-hal yang enak didengar saja, dan menolak Tuhan menjadi pemimpin hidupnya. Dan mereka menjadi orang-orang yang cenderung percaya kepada para pemeras.

Lho, koq bisa? Bukannya lari menjauh supaya tidak diperah?

Kata yang diterjemahkan pemeras disini adalah osheqyang artinya penipuan, hasil yang diperoleh secara illegal, lewat kekerasan, pemerasan, dan lewat tipu daya.

Begitu membaca sampai di sini, saya yakin pikiran Anda langsung mengasosiasikan dengan pengajaran yang hanya bicara tentang persembahan, taburan, dan korban-korban material aliran doktrin UUD. Sudah tidak asing kita dengar kata: “beri sampai sakit, Tuhan tidak terima sedekah, beri yang terbaik, mau menuai banyak tabur yang banyak, kenapa kamu sakit, menderita, doa tidak terjawab, rumah tangga retak, tetap miskin, itu semua karena persembahan kurang banyak” dan aneka slogan sejenis. Secara logika saja kita tahu Tuhan maha kaya, lalu, dia butuh apa dari kita?

Bukan karena korban sembelihanmu Aku menghukum engkau; bukankah korban bakaranmu tetap ada di hadapan-Ku. Tidak usah Aku mengambil lembu dari rumahmu atau kambing jantan dari kandangmu, sebab punya-Kulah segala binatang hutan, dan beribu-ribu hewan di gunung. Aku kenal segala burung di udara, dan apa yang bergerak di padang adalah dalam kuasa-Ku. Jika Aku lapar, tidak usah Kukatakan kepadamu, sebab punya-Kulah dunia dan segala isinya.
Daging lembu jantankah Aku makan, atau darah kambing jantankah Aku minum? – (Mazmur 50:8-13)

Bukankah keliru kalau Tuhan digambarkan seakan debt collector, preman, dan koruptor? Kalau tidak bayar, akan dihajar Tuhan. Kalau tidak beri persembahan, usaha akan dihancurkan Tuhah sampai bangkrut total. Mau dijawab Tuhan? Kasih persembahan dulu dong.

Memangnya Tuhan makan sogokan? Tetapi itulah yang suka didengar—dan bukan hanya suka mendengar, tapi walau di dasar hati tahu itu serong tetapi malah bersandar pada mereka. Luar biasa, bukan?

Koq bisa ya om kayak gitu?

Ada pepatah boso enggres sejak tahun 1500-an yang berkata, “Birds of the same feather flock together.” Orang dengan kepentingan, minat yang sama cendrung berkumpul—orang tamak akan berkumpul dengan orang tamak, orang suka berontak akan berkumpul dengan orang suka berontak. Kita tidak akan nyaman berkumpul dengan orang yang berbeda minat dengan kita.

Orang yang ikut Tuhan hanya untuk mendapatkan kekayaan materi akan mengidolakan pengkhotbah/pengajar yang cuma obral janji kekayaan dan kemakmuran. Dan mereka tidak akan merasa diperas sama sekali walau demikian banyak macam persembahan, korban, benih iman, taburan yang mereka harus beri. Mereka adalah para investor sejati—apa yang dianggap persembahan dan korban adalah investasi taburan yang akan mereka tuai kembali ribuan kali lipat. Jangan tertipu melihat mereka sebagai orang yang murah hati, mereka tidak pemurah sama sekali, malah mereka pelit luar biasa dan penuntut yang kejam. Tidak ada ketulusan dan kasih, tidak ada istilah berkorban dan memberi, semuanya hanya investasi yang menuntut balik ribuan kali lipat. Mereka percaya bahwa Tuhan bisa dijadikan robot trading investasi mereka dengan keuntungan yang luar biasa, sehingga tiap saat mereka bisa WD keuntungan yang luar biasa. Hihiihihi. Kalau collapse ya tinggal salahkan investor, itu berarti mereka kurang invest, sampai dihukum Tuhan. Pokoknya kalau janji yang diobral tidak terjadi, yang obral janji tidak pernah salah, yang salah pasti pihak investor. Dan investor yang sudah dicuci otak sampai otaknya jadi kosong karena sudah dicuci bersih sampai otak dan syaraf tidak tersisa, tetap percaya dan hidup dalam halusinasi dan delusi.

Ada teman saya seorang pengusaha angkutan yang ikut kelompok ritual aneh, suka ikut ritual di tempat-tempat yang dianggap wingit. Pergi ritual di Turki katanya untuk mengambil berkat tujuh jemaat, ritual di pantai Carita untuk merampas harta Roro Kidul, ritual di Jerman dan Swiss untuk memindahkan kekayaan Eropa ke Indonesia, pergi ke Korea untuk merampas kekayaan bangsa Korea dan aneka ritual mistik yang tidak ada dasarnya di Alkitab. Dan semua jadi konon, katanya, sahibul hikayat. Semua ritual itu dia ikuti bersama istri dan anak-anaknya. Bahkan bikin ritual di Papua yang konon katanya yesus sekarang sedang berjalan balik ke Yerusalem dari Papua, yang dianggap ujung bumi. Jadi dari Yerusalem yesus butuh 2000 tahun untuk sampai Papua dan sekarang sedang perjalanan balik ke Yerusalem. Kalau waktu yang dibutuhkan sama, 2000 tahun, berarti yesus akan sampai di Yerusalem 2000 tahun lagi.

Lama banget, ya. Masuk akal buat ente yang waras?

Kemudian karena yesus akan masuk kota Yerusalem melewati Gerbang Emas, dan yesus tidak bisa buka gerbang sendiri, maka kelompok ini yang perlu membukakannya di Israel. Katanya daerah Gerbang Emas adalah daerah terlarang dan dijaga ketat, bisa-bisa ditembak mati kalau nekad ke sana. Jadi untuk membuka gerbang emas harus bertaruh nyawa dan siap mati.

Wkwkwkwkwk, ngibuli anak kecil.

Tapi ya, mereka percaya saja dan makin hormat kepada para pemimpin yang demikian taat sampai siap mati ditembak. Sampai detik renungan ini dibuat Gerbang Emas masih tertutup, maksudnya gerbangnya masih tertutup dengan tembok. Dan buat yang pernah ke Israel, kita tahu daerah Gerbang emas bukanlah daerah terlarang dengan ancaman tembak mati. Penulis enam kali memimpin rombongan ziarah ke Israel, kita bebas masuk ke daerah Gerbang Emas, dan tidak ada larangan sama sekali. (Lihat foto di akhir artikel.) Biasanya ketika kunjungan ke kota tua, kita diturunkan di Gerbang Domba/Gerbang Singa untuk mulai menelusuri Via Dolorosa. Sebelum masuk ke Gerbang Domba, di sebelah kiri ada gerbang kecil, jalan saja terus ke selatan, tidak sampai 100 meter kita akan sampai ke Gerbang Emas yang ditembok. Aman, tidak ada ancaman ditembak. Gitu lho, jangan mau ditakuti-takuti dengan kebohongan.

Teman saya ini bukan jadi makin kaya, tetapi kekayaannya jadi ludes, semua asset melayang lenyap, semua armada transport dijual untuk menutupi hutang, rumah juga dijual dan terakhir saya dengar mereka nebeng tinggal di rumah singgah. Anehnya tetap percaya pada kelompok ini dan tidak mau keluar. Cuci otak atau kosongkan otak?

Kembali ke pokok bahasan kita tentang waktu berjalan terus tetapi hidup kita masih seperti tersangkut di pohon di atas sungai. Kita melihat air mengalir tetapi hidup kita macet dan stuck tidak ada perubahan. Semua seperti sedia kala, sama saja dari tahun ke tahun. Dari susah ke derita, dari kurang ke miskin, dari pergumulan ke hempasan. Kurang menderita apa lagi?

Tetapi Daud selalu pulang dari pada Saul untuk menggembalakan domba ayahnya di Betlehem. – (1 Samuel 17:15)

Kita sudah belajar tentang Abraham, walau sudah tinggal di Kanaan 10 tahun, janji Tuhan belum juga tergenapi untuk memberikan dia keturunan. Sekarang kita liat Daud, dia sudah menerima janji dan urapan raja dari Samuel, tetapi tidak berarti sejak mulai menerima nubuat semuanya langsung bergerak menuju kegenapan. Daud tetap menjalani hidup seperti sedia kala, mengembalakan domba ayahnya. Business as usual. Daud, raja terbesar dalam sejarah Israel saja kembali menjalani hidup seperti sebelum menerima nubuat dan urapan. Ente siapa, maunya langsung semua nubuat tergenapi? Ayo jawab!?

Produk massal tidak butuh waktu lama dalam proses produksinya, tetapi suatu produk master piece tidak bisa diproduksi secara massal. Ada pelajaran yang saya dapat dari teman seorang ahli setting audio mobil yang membuat settingannya sering juara kontes. Dulu, buat saya audio mobil itu pokoknya head unit dan speaker sudah ganti dengan merk Sony ya sudah cukup. Ketika saya di rumahnya, dia keluarkan aneka macam kabel, power dan speaker. Dia suruh saya dengar lagu test audio yang sama dengan speaker yang sama tapi merk kabel berbeda-beda, ternyata memang suara yang dihasilkan beda. Kemudian power diganti dengan speaker dan kabel yang sama, ya ternyata suara yang dihasilkan juga beda. Kemudian power dan kabel sama tetapi speaker diganti merk lain ya suara yang dihasilkan beda.

Ternyata telinga saya walau peka akan Roh Kudus, tetapi untuk bidang audio hanya berkelas rakyat jelata. Teman ini telinganya telinga kelas sultan. Dia tanya saya suka musik SQ, SPL atau SQL, saya katakan saya suka aliran SQ. Maka dia settingkan mobil saya mulai dari merk speaker, merk power, merk kabel dan head unit yang cocok dengan SQ. Dulu bagi saya pokoknya ada audio di mobil, sudah cukup. Setelah kenal dia, telinga saya naik kelas sedikit, bisa membedakan musik yang enak dan tidak dari hasil racikan head unit, kabel, power, speaker dan settingan powernya.

Kalau saya hubungkan pertemuan saya dengan teman ini dengan hal rohani, saya dapat banyak pelajaran. Kita hanya merasa cukup dengan hidup nyaman, makmur, dan serba ada. Tetapi Tuhan ingin mengembangkan kapasitas kita sepenuhnya, sesuai dengan rencanaNya. Dia ingin kita mencapai seluruh potensi kita dalam iman, ketaatan, ketulusan, kemurnian dan kesabaran. Bagi kita mungkin sudah cukup kalau sudah hidup nyaman dan bebas masalah. Bagi Tuhan, Dia sudah membeli kita dengan harga yang sangat mahal, maka semua potensi yang yang ada pada kita harus dikembangkan sepenuhnya. Mosok, audio system seharga 25 juta menghasilkan kualitas suara yang sama dengan audio system seharga 1.5 juta? Rugi dong!

Jadi berhentilah jadi orang percaya yang murahan, yang hanya berpikir kenyamanan dan kemapanan hidup. Tidak berguna buat Tuhan, hanya pintar memperalat Tuhan. Kerjanya hanya mengotori hadirat Tuhan dengan segala keluh-kesah dan rengekan keinginan dunia yang tidak ada batasnya. Ingat, Tuhan punya standar sendiri yang harus kita capai.

Wes gitu aja, baca berulang biar lebih paham, ya.

Pak Asen, renungan akhir tahunnya koq tidak membangun sama sekali?

Membangun ndasmu, dari dulu pikirannya hanya untuk membangun kenyamanan hidup bukan membangun diri untuk menjadi tempat kediaman Tuhan di dalam roh. Ayo berubah!

Di depan Golden Gate

Di depan Golden Gate