Benih Ilahi atau Benih Mbuh

Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. (Yohanes 12:24)

Saya bukan ahli biologi walau saya punya hobi bercocok-tanam. Waktu di SMP/SMA pelajaran biologi bukan pelajaran favorit saya, walau saya menyukai pelajaran kimia. Pelajaran yang paling menarik buat saya adalah pelajaran bahasa.

Ada beberapa hal yang menarik dari ayat di atas kalau kita telaah:

  1. Biji gandum harus jatuh (dari tempat penyimpanan).
  2. Jatuhnya tidak cukup hanya sampai di atas tanah, tetapi harus ke dalam tanah.
  3. Tidak cukup hanya sampai jatuh ke dalam tanah, kemudian segera diambil kembali dan ditaruh di tempat semula atau tempat persemaian, tetapi ia harus mati.
  4. Jadi di dalam biji gandum ada kehidupan yang harus mengalami kematian.
  5. Kematian itu tidak membuatnya jadi busuk dan lenyap tanpa bekas tetapi justru membuatnya mampu berbuah banyak.

Saya yakin 90% orang Kristen sudah pernah mendengar ayat ini bahkan dari Sekolah Minggu. Tetapi berbeda dengan ayat-ayat emas tentang berkat yang pasti mengundang koor panjang “Amin, Haleluya.” Ayat ini biasanya ditanggapi dingin dan sepintas lalu saja. Karena banyak orang diurapi luar biasa untuk hanya mengaminkan janji berkat dan menengking jauh-jauh pengajaran dan didikan Tuhan, mengingatnya tanpa bisa melupakan dan menuntut sampai mati janji-janji itu harus digenapi secara sepihak tanpa mengerti sifat perjanjian yang berisi hak dan kewajiban para pihak yang membuat perjanjian.

Kita akan belajar satu persatu poin-poin yang tertulis di atas. Daud setelah berhasil dalam tugas-tugas yang dibebankan Saul kepadanya bukannya menerima pujian, makin dihargai, malah Saul iri kepadanya. Tidak hanya sampai iri tetapi benci, bahkan Saul berkali-kali berusaha membunuh dia.

Setelah Daud mengampuni Saul ketika sebenarnya ada kesempatan untuk menyelesaikan penganiayaan Saul atas dirinya, Saul hanya menyesal sesaat dan kemudian kembali mencari cara dan kesempatan untuk membunuh Daud. Dan penderitaan yang dibuat Saul atas Daud baru selesai setelah Saul tewas di tangan orang Filistin di pegunungan Gilboa. Hasil dari proses ini menjadikan Daud sebagai orang yang hanya mengerjakan kehendak Tuhan dan melakukan apa yang benar di mata Tuhan.

tetapi engkau tidak seperti hamba-Ku Daud yang tetap mentaati segala perintah-Ku dan mengikuti Aku dengan segenap hatinya dan hanya melakukan apa yang benar di mata-Ku. (1 Raja-raja 14:8b)

Poin 1 bagi penganut teologi kemakmuran pengajaran ini sepertinya berlawanan dengan janji Tuhan bahwa orang percaya akan terus naik dan tidak pernah turun. Itu karena semua ayat diartikan menurut kesesatan pikiran dan hati yang hanya melabeli ayat janji dalam arti terus naik dalam jumlah materi, asset kekayaan, kedudukan, karier, keberhasilan dan kenyamanan hidup.

Buat orang yang sudah lahir baru dengan hati dan roh yang baru maka janji Tuhan bahwa kita akan terus naik akan dimengerti dari perspektif yang berbeda. Kata terus naik ……. (akan diisi dengan kasih dan iman kepada Tuhan, ketekunan, ketaatan, kesabaran, kebenaran, kekudusan, hubungan pribadi dengan Tuhan, jam doa). Bukan seperti arti sesat berkat, berkat, berkat yang 99.999% selalu dikonotasi dan diasosiasikan sebagai materi. Maka tidak usah heran demikian banyak domba dan pengurus domba yang menolak mendengarkan Firman Tuhan dalam bentuk pengajaran yang menuntut si pendengar untuk bertobat, beradaptasi, berubah, dan melakukan kehendak Sang Raja. Yang paling banyak senangnya hanya mendengar janji-janji berkat, nubuatan promosi, kemakmuran,dan kesuksesan dan merekalah yang paling menolak dengan keras pengajaran yang sehat.

Jadi bagi orang yang belum lahir baru mereka akan banyak mempertentangkan ayat-ayat janji dengan ayat-ayat pengajaran, didikan, teguran dan hardikan Tuhan. Tetapi orang yang bertobat akan mengerti makna dan maksud Tuhan. Mungkin bagian jasmani duniawi: karier hancur, usaha bangkrut, ekonomi remuk, hari esok seperti gelap gulita, hidup seperti di padang gurun bahkan dapur api yang panasnya tujuh kali lipat. Tetapi bagian rohani sorgawi; iman, pengharapan, kasih, kerelaan hati dibentuk, kepercayaan bahwa semua bertujuan dan akan berakhir demi kebaikan, pengenalan dan hubungan pribadi dengan Tuhan makin naik.

Ingat biji gandum harus jatuh! Tidak ada perjalanan hidup yang selalu mulus, rata, lurus dan bebas hambatan. Cangkem yang selalu khotbah enak-enak suruh mingkem saja supaya kita bisa sungkem di kaki Sang Raja menerima didikan supaya hidup sesuai pakem yang dikehendakiNya. Mereka enak tiap khotbah terima duit, sementara kita yang dengar dimintai duit terus dan hidup tidak seenak mereka.

Poin 2 biji gandum tidak cukup hanya jatuh di atas tanah tetapi ke dalam tanah. Tidak ada janji Tuhan bahwa masalah yang kita hadapi hanya yang ringan-ringan. Usaha yang cuma omsetnya menurun itu seperti cuma jatuh ke atas tanah, tetapi bangkrut dan masih ada hutang-hutang itu baru seperti benih yang masuk ke dalam tanah. Bukan cuma kehilangan pekerjaan, dirugikan,hak-hak tidak diberikan dan masih difitnah dan dituduh macam-macam. Jatuh dan masuk ke dalam tanah!

Poin 3 & 4 jatuh ke dalam tanah dan mati.
Saya ingat seorang ibu minta didoakan anaknya yang sakit selama 7 tahun. Saya tanya apakah dia tekun mendoakan anaknya, dia jawab tiap hari. Saya tanya lagi berapa lama doanya, dia jawab sekitar 15 menit. Saya tanya lagi, setelah tujuh tahun ini bisa berapa lama duduk di kaki Tuhan. Dia jawab sekitar 15 menit. Ketekunan tanpa peningkatan hanya jadi rutinitas belaka. Tujuh tahun itu tidak membuat ibu ini berhasil membangun hubungan karib dengan Tuhan, apalagi sampai menikmati duduk di kaki Tuhan. Bagaimana bisa sampai level mengasihi Tuhan? Tujuh tahun penderitaan tidak mendatangkan kebaikan dan perbaikan secara rohani. Penderitaan cuma jadi penderitaan yang melelahkan. Ujian, penderitaan, bisa membuat orang jadi hancur, bertahan saja atau jadi hebat.

Di dalam benih itu ada kehidupan yang harus dimatikan. Ketika kita dibaptis itu tidak mengubah motivasi, karakter, obsesi hidup kita. Perlakuan kita kepada Tuhan dan pengertian kita tentang ber-Tuhan masih jauh dari kebenaran. Kita berharap karena punya Tuhan yang penuh kasih dan penuh kuasa, semua keinginan dan cita-cita kita bisa kita raih dengan mudah, karena Dia akan berikan semua kepada kita. Karena punya Tuhan yang perkasa semua persoalan dan pergumulan hidup akan mudah dibereskan. Karena Dia Raja di atas segala raja maka percepatan, terobosan, promosi setiap saat jadi bagiannya kita. Benarkan demikian? Raja yang akan melakukan semua kehendak rakyatnya atau rakyat yang melakukan kehendak RajaNya? Kita tidak mengangkat Dia menjadi Raja, yang sebenarnya kita mengangkat diri kita sendiri menjadi raja dan Dia sebagai hamba serba bisa untuk melakukan semua kehendak kita dan memberikan semua keinginan kita.

Maka manusia lama kita perlu dimatikan dengan segala macam persepsi, pengertian, harapan, perlakuan yang salah terhadap Dia. Proses kematian manusia lama orang percaya macam-macam. Yang jelas pergumumulan mereka tidak hanya pada satu-dua aspek atau bidang saja, tetapi bersifat multi dimensi. Seperti besi yang hendak ditempa dimasukkan ke dalam api. Bukan sekedar dipanggang, sehingga api hanya dari bawah, atau dioven api dari atas dan bawah, tetapi dikelilingi api, dari atas bawah, kiri kanan, muka belakang.

Poin 5: hidup dan berbuah setelah mati.
Di padang gurun orang Israel dididik Tuhan untuk menjadi umat yang layak masuk Tanah Perjajian melalui “kematian Mesir” dari hati mereka. Tetapi berkali-kali dalam kesukaran mereka ingin balik ke Mesir. Ingatan tentang Mesir tidak pernah mati dari hidup mereka, padahal merekalah yang berseru-seru kepada Tuhan agar dikeluarkan dari Mesir. Tetapi di padang gurun mereka berkali-kali ingin balik ke Mesir. Aneh bukan? Ada apa sebenarnya?

Fokus dan tujuan utama mereka adalah hidup nyaman. Mereka minta dikeluarkan dari Mesir karena hidup dalam kerja paksa yang berat. Mereka ingin hidup nyaman. Ketika di padang gurun mereka ingat ikan, mentimun, semangka, bawang prei, bawang merah, bawang putih (Bilangan 11:5) dan ingin balik ke Mesir. Yang diingat dan diingini hanya hidup nyaman. Padahal sekalipun Tuhan berjanji ada kehendak Tuhan menjadikan mereka umat yang layak masuk Tanah Perjanjian. Bagi mereka tidak peduli tanah itu di mana saja boleh, entah di Ethiopia atau planet Asgard tidak masalah, yang penting bisa hidup nyaman. Segala proses, didikan, pengajaran, ditolak mereka. Ada masalah, ngamuk, berontak, tidak terima.Adakah persamaan dengan orang percaya masa kini?

Mungkin beberapa diantara kita sudah bisa menerima proses didikan Tuhan yang terjadi di hidup kita. Sudah tidak pahit hati atau marah kepada Tuhan. Tidak lagi berontak terhadap rencana dan kehendak Tuhan. Berhenti keras hati dan mulai bisa menerima Firman Pengajaran dan pengudusan. Tetapi itu saja tidak cukup.

Kita harus bertumbuh dalam hubungan pribadi dengan Tuhan: punya waktu-waktu pribadi bersama Tuhan. Lebih mengenal Dia dan kehendakNya, dan mulai peka pada perasaanNya. Ayat-Ayat Firman sekalipun firman janji akan kita lihat dalam perspektif yang lebih menyeluruh. Berbeda jauh sebelum kita masuk proses jatuh, masuk ke dalam tanah, mati dan kemudian bertumbuh dan berbuah. Dulu kita memperalat Tuhan sekarang bisa jadi alat di tangan Tuhan. Dulu kita dan segala keinginan kita jadi “tuhan” di hidup kita. Sekarang Dia menjadi Tuhan dengan segala perintah, kehendak dan rencanaNya atas kita.

Tetapi pak Asen, saya penganut teologi di dalam Tuhan semua beres, semua lancar, semua pasti jadi kaya raya, hanya ada percepatan, terobosan dan promosi. Koq ini ada pengajaran tidak enak blasss; jatuh, masuk ke dalam tanah, mati? Apa bapak penganut “teologi medeni wong dan aliran nyeneni toq?”
Tuhan Yesus sendiri berfirman seperti itu, bossque, jadi kalau tidak mengalami proses seperti yang dikatakanNya, maka sampeyan tidak termasuk benih ilahi tetapi benih mbuh opo jenenge.

Wes ngono ae.