Beda Sudut Pandang

Sudah cukup lama saya tidak menulis renungan, karena belum ada inspirasi apa yang harus saya tulis. Belum lagi ketika saya positif Covid-19 akhir Febuari kemarin, dengan segala syndrom dan akibatnya yang sangat menyakitkan karena kena sebelum vaksin. Ketika hasil tes laboratorium positif, saya ditangani dokter dan diberi aneka macam obat dan isolasi mandiri selama dua minggu. Selama kena Omicron, tulang belakang saya sakitnya luar biasa, seakan dihantam palu godam. Dan yang aneh, bekas cedera waktu SMA saat berolahraga terasa sakit kembali seakan itu baru terjadi kemarin. Ada cedera lain lagi waktu mendaki gunung sekitar 10 tahun lalu juga terasa kembali dengan rasa sakit dan nyeri seperti di waktu kejadian. Padahal semua cedera itu sudah sembuh. Syukurlah setelah tes di hari ke-14 hasilnya negatif, tetapi badan menjadi lebih cepat merasa lelah.

Bulan lalu saya tergerak untuk menulis tentang tema ini, tetapi baru sekarang sempat menuliskannya. Beberapa kesibukan dan kondisi cuaca yang panas tetapi diselingi hujan deras juga mempengaruhi kebugaran dan kesegaran tubuh, sehingga tubuh lebih cepat lelah dan tidak dalam kondisi prima.

Dimulai dari percakapan dengan seorang aktivis persekutuan doa kami yang diproses lewat kejadian menyedihkan kematian bayinya diusia beberapa bulan. Pasangan ini sudah bertahun-tahun bergumul untuk keturunan. Juga demikian banyak usaha dan proses medis yang sudah dijalani untuk mendapatkannya. Dan si istri akhirnya hamil, suatu kabar yang menggembirakan dan sangat ditunggu-tunggu selama bertahun-tahun. Bayi perempuan ini lahir dengan selamat. Tetapi sejak kelahirannya bermacam penyakit mendera tubuh mungilnya dan belum sampai usianya yang setahun, bayi itu meninggal. Pasangan ini sudah berdoa dan berusaha demikian lama untuk keturunan. Sekarang seorang bayi sudah diberikan tetapi kondisinya memprihatinkan dengan berbagai kelemahan karena penyakit.

Ketika bayi ini sakit mereka berdoa sungguh-sungguh memohon Tuhan jamah dan sembuhkan. Bukankah Tuhan sudah menjawab doa mereka dengan memberikan bayi perempuan, masa Tuhan membiarkannya sakit? Di persekutuan doa semalaman juga kami berdoa memohonkan kesembuhan bayi mereka. Tetapi Tuhan punya kehendak lain, bayi itu diambilNya kembali sebelum mencapai umur setahun.

Saya bisa merasakan duka yang demikian mendalam dari pasangan suami istri ini, terutama istrinya. Harapan, penantian, pergumulan sekian tahun terjawab, tetapi hanya untuk beberapa bulan. Bayi mungil cantik yang digendong dengan penuh kasih harus kembali kepadaNya. Saya juga tidak tahu harus memberi kata-kata penghiburan apa kepada pasangan ini, karena saya bisa merasakan kesedihan dan kehilangan yang demikian mendalam ketika bayi ini diambil Tuhan. Juga usia mereka sudah tidak termasuk muda lagi. Kami semua hanya bisa berdoa agar Tuhan beri mereka kekuatan untuk menghadapi dan melewati semua itu.

Hamba yang cuk-teng (cucuk enteng) bisa saja dengan demikian mudah memberi penghiburan normatif, tinggal pilih kalimat standar yang dihafal di luar kepala seperti: Jangan bersedih, percayalah Tuhan akan berikan bukan satu anak tetapi beberapa anak lain yang lebih luar biasa sebagai pengganti yang Dia ambil. Ingat Hana ketika Samuel diserahkan menjadi pelayan Tuhan, Dia menggantikannya dengan lima anak lagi (1 Sam 2:21). Karena Tuhan sudah membuka kandunganmu maka Dia akan memberikan penggantinya bagimu. Atau kata-kata penghiburan lain yang justru akan lebih mendukakan karena merupakan penghiburan asal omong.

Lha, kapan Tuhan janji akan berikan anak-anak lain bagi mereka? Kalau Tuhan tidak berikan anak lagi bukankah akan menimbulkan kekecewaan yang lebih parah?

Dalam pembicaraan itu sang istri sempat berbicara tentang kesabaran Abraham. Dan dia mengatakan kepada saya jangan putus asa. Luar biasa. Dia bukan saja sudah bangkit dari kesedihannya, tetapi kejadian demi kejadian di hidupnya membuat dia lebih mengenal dan mengerti tentang Tuhan. Tidak berhenti sampai di sana, dia juga dipakai Tuhan untuk mengatakan perkataan yang tepat pada waktunya buat saya.

Perkataan yang diucapkan tepat pada waktunya adalah seperti buah apel emas di pinggan perak. — (Amsal 25:11)

Beberapa hari itu rohani saya sedang lelah dengan beberapa pergumulan. Saya capek hati. Saya juga cerita tiga dekade, tiga puluh dua tahun lebih saya masuk dalam rencana Tuhan, and everything still as it was. Walau tetap punya waktu pribadi untuk baca Firman dan berdoa tetapi ada saatnya rasa capek itu datang menyerang. Celah terbuka untuk diserang ketika mikir usia, lamanya menunggu, tidak ada progress (kemajuan) yang kasat mata, kebutuhan, dan hal lain yang bila dipikirkan membuat rasa lelah dan capek.

Ingatlah firman yang Kaukatakan kepada hamba-Mu, oleh karena Engkau telah membuat aku berharap. — (Mazmur 119:49)

Teman ini katakan, adalah hak prerogatif Tuhan untuk menjawab dan menggenapi apapun pada waktuNya. Tugas kita hanya taat dan berserah. Jadi dia bukan hanya move on dari kesedihan tetapi memahami hak prerogatif Tuhan.

yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah. — (2 Korintus 1:4)

Orang-orang yang dipakai Tuhan bukan hanya disiapkan di bangku sekolah teologi, tetapi juga disiapkan lewat jalan panjang proses penderitaan yang sangat menyakitkan. Bukan diajar membuat surat proposal permintaan bantuan dana pelayanan dengan kata-kata yang memelas dan mengharukan, sehingga para donator leleh hati dan merogoh kantong. Atau menghafal ayat-ayat perpuluhan, persembahan, taburan, dan ayat-ayat sejenis. Tetapi karena mereka akan dipakai Tuhan menghibur orang lain dengan kata yang tepat dan berbobot, bukan penghiburan kosong. Mereka akan lebih mudah bersimpati dan empati karena mereka sudah pernah mengalami banyak penderitaan. Lewat penderitaan hati mereka dikikis tidak tebal berlemak lagi. Dan dari apa yang Tuhan latih mereka, mereka bisa memberikan penghiburan yang tepat dan kata-kata yang berkuasa. Karena mereka sudah menerima penghiburan dari Tuhan ketika mereka menderita, maka dengan penghiburan itu mereka bisa menghibur orang lain. Bukan jadi penghibur sialan seperti tiga sahabat Ayub yang sok tahu sumber penyebab penderitaan Ayub, main tuduh dan asal kasih saran dan solusi kosong. Kalau diagnose saja sudah salah, bagaimana terapi bisa tepat?

Kita tidak bisa membandingkan apa yang kita jalani dengan jalan yang dilalui orang lain. Tuhan punya proses, rencana, didikan, yang tailor made bagi setiap individu. Tidak ada yang persis sama. Bagi setiap anakNya, Dia punya blue print yang berbeda, dengan tujuan puncak dan akhir yang berbeda. Proses, jalan hidup, pencapaian dan akhir hidup Yusuf, Daud berbeda dari sauadara-saudaranya. Pemakaian Tuhan lewat Petrus berbeda dengan pemakaianNya lewat Paulus. Everyone has his own role in this life.

Ketika teman itu mengatakan tentang hak prerogatif Tuhan, saya diingatkan dan disegarkan kembali. Dan saya dibawa untuk merenungkan lebih dalam banyak hal lain, terutama tentang sudut pandang. Sudut pandang yang berbeda antara kita dengan Tuhan membuat banyak gerutu, ngeluh, ngomel bahkan pemberontakan. Perspektif menentukan arah perjalanan, cara pandang reaksi dan hasil akhir yang ingin kita capai.

Kita sangat sering merasa bosan, capek, lelah, letih, sudah terlalu lama menunggu perubahan, jawaban, kelegaan, penggenapan janji Tuhan — sering kali merasa sudah sangat sabar. Kita merasa tidak nyaman dan menderita. Tetapi kita tidak pernah berpikir bahwa Tuhanlah yang justru lebih menderita ketika kita terus hanya fokus pada hidup nyaman, tanpa mau berubah dan bertumbuh dalam pengertian dan pengenalan akan Dia. Kita hanya mengarahkan pandangan pada janji Tuhan yang akan membuat hidup kita jadi nyaman, serba ada, tidak perlu banyak kuatir hari esok, tetapi Tuhan mengingat janjiNya bukan semata-mata untuk membuat hidup kita nyaman, gemah ripah loh jinawi, tetapi hidup berkenan di dunia, layak dan siap bersama Dia dalam kekekalan.

Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? — (Matius 16:26)

Ketika hari pertama masuk mengajar di sekolah pariwisata, saya kaget akan kondisi sanitasi ruang belajar yang sangat kotor. Siswa yang gondrong, dan grooming (penampilan) mereka yang tidak memenuhi standar orang pariwisata. Saya memeriksa catatan para siswa saya. Dan yang saya lebih kaget adalah materi yang mengajar tidak sesuai kurikulum. Antara pelajaran dan pokok bahasan yang di kurikulum lain dengan yang dibahas, bahkan tidak ada relevansinya. Sedangkan mereka akan mengikuti ujian nasional yang akan diselenggarakan oleh sekolah lain yang akreditasinya lebih tinggi. Saya tahu kalau dari materi yang disampaikan mereka tidak akan lulus, karena bahasannya tidak sesuai kurikulum. Bagaimana mereka bisa menjawab soal ujian bila materi yang diajarkan kepada mereka tidak sesuai kurikulum. Saya meminta siswa untuk kerja bakti membersihkan ruang belajar. Siswa yang gondrong saya kasih waktu untuk cukur rapi. Tetapi waktunya diperpanjangpun tetap tidak mau cukur, akhirnya saya bawa gunting dan menggunting rambut depannya, dan menyuruh mereka merapikan di tukang cukur.

Saya dipanggil ketua Yayasan dan ditegur agar tidak terlalu tegas dan keras kepada siswa. Saya katakan dulu kami di kampus diperlakukan seperti anak TK. Tiap mau masuk ruang kuliah disuruh berbaris rapi, dan kedua tangan ditunjukkan kepada instruktur yang berdiri di pintu, untuk memeriksa kuku kami. Sepatu harus kilap, sapu tangan harus tetap dibawa di kantong. Panjang rambut tidak boleh kena kerah baju. Name tag harus tetap dikenakan selama kuliah. Belum lagi tiap mahasiswa harus memelihara satu pot bunga yang harus disiram setiap pagi sebelum masuk ruang kuliah. Ada instruktur yang akan memeriksa apakah pot itu disiram atau tidak. Dan saya sampaikan kalau mau jujur, tidak akan ada yang lulus dalam ujian nasional karena mereka tidak diberikan materi sesuai kurikulum.

Walau sudah saya cerita panjang lebar, ketua Yayasan mengatakan tugas kita hanya memberi mereka ijazah, itu saja. Ketua Yayasan menolak saran saya, dan saya mengajar tidak sampai satu tahun di sana. Bagaimana mereka bisa lulus tes wawancara kerja tanpa pengetahuan dan skill? Punya ijazah bukan berarti perusahaan akan langsung diyakinkan bahwa mereka punya kompetensi untuk melakukan pekerjaan yang tersedia. Dalam lamaran kerja pasti akan ada wawancara dan tes. Ijazah tanpa kompetensi akan meresahkan dan menyusahkan. Beda sudut pandang bikin capek hati.

Empat puluh tahun Aku jemu kepada angkatan itu, maka kata-Ku: “Mereka suatu bangsa yang sesat hati, dan mereka itu tidak mengenal jalan-Ku.” — (Mazmur 95:10)

Ketika orang Israel tertindas di Mesir dengan kerja paksa, mereka berseru kepada Tuhan, dan Tuhan mengutus Musa untuk membawa mereka keluar dari Mesir. Yang orang Israel mengerti dan ingat adalah Tuhan akan membawa mereka ke Kanaan, negeri yang dijanjikan nenek moyang mereka. Itu saja. Sehingga dalam perjalanan yang dipimpin tiang awan dan tiang api menuju Kanaan mereka selalu memberontak. Pikiran mereka hanya ingat janji Tuhan, tanah Kanaan, bukan padang gurun kering yang tiada tumbuhan di depan mata mereka. Mereka ingin sampai di Kanaan, tetapi memberontak ketika dipimpin Tuhan menuju Kanaan. Jelas ada motivasi yang berbeda dari tujuan Tuhan membawa mereka menuju Kanaan. Mereka hanya ingin lepas dari hidup tidak nyaman dan lepas dari perbudakan. Sedangkan Tuhan melepaskan mereka dengan tujuan yang lebih tinggi, bukan hanya melepaskan mereka untuk jadi bangsa yang merdeka dan umat yang bisa bebas beribadah kepadaNya, tetapi juga agar mereka menjadi umat yang layak bagiNya, punya lifestyle yang tidak memalukan Tuhan (Keluaran 32:25) dan tetap setia kepadaNya pada saat semua digenapi (Ulangan 30:16-17). Bukan hanya menjalani siklus: susah ingat Tuhan, senang lupa Tuhan, tertindas cari Tuhan, diberi kelegaan menjauh dari Tuhan, susah mendekat, waktu semua keadaan baik menjauh.

Saya ingat pernah diundang menjadi pembicara di suatu kandang domba, waktu sesi pujian ada anak-anak muda yang mempersembahkan tarian. Yang saya kaget musik yang dipakai mengiring tarian adalah musik rock barat dengan lirik/syair lagu yang tidak pantas. Mereka berjingkrak-jingrak seperti sedang menjadi penari latar di konser musik rock. Ketika naik mimbar saya tanya apa mengerti arti syairnya? Jangan sembarang memakai musik sebagai latar dan menari yang tujuannya tidak jelas. Kalau kita amati, ibadah sekarang kadang ada yang tidak beda dari konser musik dunia, dengan lampu strobo, globe yang berputar, asap dari dry ice. Diskotik pindah!! Walau dulu karena pekerjaan saya, kami bisa masuk tanpa bayar cover charge karena setiap saat banyak free pass diskotik yang dikirim ke kantor kami. Saya suka ke diskotik, goyang dan jingrak seperti orang gila, ditemani cairan kekuningan berbusa terbuat dari malt. Sekarang saya sudah tidak menikmati lagi. Bersuka cita memuji Tuhan berbeda jauh dengan goyang dan nari dengan hawa nafsu.

Wah bapak ini mau menang sendiri, dulu bapak boleh, sekarang kami dilarang. Biarkan kami menikmatinya, nanti kalau sudah bosan kami tobat sendiri.

Nek bisa tobat, nek tambah jero, piye jal? Bangkit tidak semudah jatuh, keluar tidak semudah masuk, sadar tidak semudah sesat.

Sudut pandang yang berbeda membuat orang percaya juga sering tidak mengerti mengapa janji-janji Tuhan tidak banyak tergenapi dihidupnya. Yang lebih buruk kenyataan dan realita jauh dari apa yang Tuhan janjikan lewat firmanNya. Kesulitan, problema, pergumulan, tekanan, penderitaan, kesesakan, demikian banyak dan bertubi-tubi. Satu belum selesai, yang lain sudah berbaris rapi menunggu giliran menyerang. Jangankan melihat jalan keluar, seberkas titik terang saja belum nampak.

Abraham dibawa Tuhan masuk ke Kanaan, tetapi untuk masuk ke sana ia harus melewati jalan yang panjang dengan pelbagai kesulitan di jalan. Tetapi ia punya komitmen dan ketetapan hati untuk terus berjalan sampai ke tujuan. Sekalipun lembah Yordan sangat subur dan baik untuk ternaknya, ia tidak berhenti sampai di sana. Ia terus maju sampai di Kanaan. Jadi jelas Tuhan menghendaki orang ikut Dia bukan sampai mendapat semua kenyamanan dan kenikmatan hidup, tetapi menyenangkan Dia sampai akhir. Kalau Abraham taat kepada Tuhan hanya sampai mendapat semua kenyamanan, maka pastilah ia akan menetap di lembah Yordan yang subur.

Sampai sekarang kalau kita ke Israel, sepanjang lembah Yodan kita akan melihat pertanian buah dan sayuran. Motivasi hatinya untuk mentaati Tuhan benar, sehingga ia bisa mencapai Kanaan. Ini yang dilupakan orang Israel yang dibawa keluar dari Mesir. Untuk sampai ke Kanaan harus melewati banyak kesulitan, ujian tekad dan komitmen, ketetapan hati bukan hanya sampai ke tujuan tetapi tidak sampai ke tujuan akhir.

Motivasi yang berbeda akan memberi tujuan yang berbeda, dan tujuan yang berbeda akan membuat orang sesat hati, membuat pilihan yang salah dan memberontak terhadap jalan-jalan Tuhan. Mudah sekali untuk menguji hati kita apakah tujuan kita ke Kanaan atau akan memilih lembah Yordan dan tidak akan meneruskan perjalanan lagi. Bila kelegaan, kenyamanan hidup, tetap menjadi target utama itu tanda hati kita memilih lembah Yordan. Bila perkenan Tuhan menjadi tujuan utama dan tetap berjalan dalam pimpinan Tuhan, walau itu sepertinya membuat pilihan yang bodoh dengan menyingkirkan pilihan yang sepertinya lebih menjanjikan, maka Kanaan tujuan kita.

Ketika Tuhan mengungkapkan janjiNya kepada kita, yang paling kita ingat adalah isi janji itu. Yang kita tidak mau tahu dan tidak rela jalani adalah cara dan jalan Tuhan menggenapinya. Pokoknya genapi dengan cara yang enak, ringan, menyenangkan dan yang paling penting secepatnya. Boleh ada ujian tapi harus ringan-ringan dan cepat berlalunya. Mengerti janji Tuhan tidak hanya semata-mata kerinduan Tuhan untuk memberi, mengangkat, memakai kita, tetapi membuat kita menjadi umat yang layak dan berkenan di hadapanNya. Janji bukanlah hadiah utama tetapi bonus dari hidup berkenan kepada Tuhan. Tujuan utamanya adalah menjadi umat yang Tuhan inginkan, melakukan yang Tuhan perintahkan, barulah menikmati yang Tuhan sediakan.

Kembali ke sudut pandang, Tuhan mengangkat kita sebagai anak dengan tujuan utama agar kita boleh menikmati kekekalan bersama Dia. Dan untuk boleh masuk dalam KerajaanNya kita harus memenuhi syarat-syarat kerajaan. Bagaimana bisa betah bersama Tuhan dalam kekekalan, doa sejam saja jarangnya minta ampun. Bagaimana bisa punya kerinduan bertemu Tuhan bila yang diinginkan dari Tuhan cuma kenikmatan duniawi? Mana mungkin rela berjalan dalam kehendak Tuhan kalau yang diinginkan cuma pemberiannya tapi tidak mencintai Sang Pemberi?

Waktu pelayanan di Sydney, Australia saya sempat dikasih pinjam buku yang ditulis Brother Yun yang saya baca habis selama di sana. Buku yang luar biasa tentang tokoh pergerakan di sana dan tentang pertumbuhan gereja di Tiongkok, yang bertumbuh bukan karena obral janji ikut Yesus yang miskin jadi kaya, yang kaya jadi konglomerat, orang biasa akan jadi orang terkenal, dan janji sejenis yang bukan merupakan berita Injil Keselamatan, tetapi teologi kemakmuran. Gereja bertumbuh dalam penganiayaan yang hebat. Bukan memberitakan injil yang lain seperti yang diperingatkan oleh rasul Paulus.

Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima. — (2 Korintus 11:4)

Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain — (Galatia 1:6)

Kita kadang melihat Injil kesuksesan, yang berfokus pada tiga berita populer utama: terobosan, promosi, percepatan — diobral dari mimbar. Pada titik tertentu ajaran ini menjadi tidak sehat dan membuat orang percaya jadi salah motivasi, sesat tujuan, menolak proses, merendahkan arti kesabaran, ketekunan, kesetiaan. Dan yang paling parah, memaksakan kronosnya sendiri tanpa menunggu Kairos Tuhan.

Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi,dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa! — (Filipi 2:5-11)

Banyak dari kita yang sudah sering membaca atau mendengar ayat ini, tetapi jarang merenungkannya. Ketaatan membuat somebody menjadi nobody, from hero to zero, something into nothing. Kebalikan dari yang kita dengar dari para pengkhotbah sesat kalau ikut Yesus dari nobody jadi somebody, from zero to hero, had nothing will have everything.

Mari punya sudut pandang yang sama seperti Kristus sehingga kita akan sepakat dengan Dia dalam apapun juga.